Selasa, 05 April 2011

PERAN BIDAN TERHADAP KLIEN YANG MENGALAMI POST PARTUM BLUES DAN POST PARTUM DEPRESION

A. POST PARTUM BLUES
Post partum Blues merupakan kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu yakni sekitar 2-10 hari setelah kelahiran bayinya.
Gejala-gejala postpartum blues, yaitu sebagai berikut:
1. Cemas tanpa sebab
2. Menangis tanpa sebab
3. Tidak percaya diri
4. Sensitif atau mudah tersinggung
5. Merasa kurang menyayangi bayinya
6. Tidak memperhatikan penampilan dirinya
7. Kurang menjaga kebersihan dirinya
8. Gejala fisiknya seperti : kesulitan bernafas, ataupun perasaan yang berdebar-debar
9. Ibu merasakan kesedihan, kecemasan yang berlebihan
10. Ibu merasa kurang diperhatikan oleh suami ataupun keluarga
ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang menyebabkan post partum blues, diantaranya :
1. Lingkungan melahirkan yang dirasakan kurang nyaman oleh si ibu
2. Kurangnya dukungan dari keluarga maupun suami
3. Sejarah keluarga atau pribadi yang mengalami gangguan psikologis
4. Hubungan seks yang kurang menyenangkan setelah melahirkan
5. Tidak ada perhatian dari suami maupun keluarga
6. Tidak mempunyai pengalaman menjadi orang tua dimasa kanak-kanak atau remaja. Misalnya tidak mempunyai saudara kandung untuk dirawat.
Dengan kata lain para wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika mereka terisolasi secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang menakan.
PENATALAKSANAAN
Pengawasan dan asuhan post partum masa nifas sangat diperlukan yang tujuannya adalah menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis, melaksanakan sekrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian immunisasi pada saat bayi sehat, memberikan pelayanan KB.
Penatalaksanaan disini adalah cara mengatasi gangguan psikologis pada nifas dengan post partum blues. Ada beberapa cara untuk mengatasi masalah ini yaitu :
1. Dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik
Tujuan dari komunikasi teraupetik adalah menciptakan hubungan baik antara bidan dengan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan cara :
a. Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi
b. Dapat memahami dirinya
c. Dapat mendukung tindakan konstruksi
d. Peningkatan support mental/dukungan keluarga dalam mengatasi gangguan psikologis yang berhubungan dengan masa nifas dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase, sebagai berikut :
2. Peningkatan support mental atau dukungan keluarga dalam mengatasi gangguan psikologis yang berhubungan dengan masa nifas dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase, sebagai berikut :
a. Fase taking in yaitu periode ketergantungan yang berlangsung pada hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu fokus perhatian ibu hanya pada dirinya sendiri, pengalman selama proses persalinan sering berulang-ulang diceritakannya. Hal ini cenderung membuat pasif terhadap lingkungannya.
b. Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayinya. Pada fase ini, karena merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga ibu timbul percaya diri.
c. Fase letting go, merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya sudah meningkat.

Pencegahan post partum blues dapat dicegah dengan cara:
1. Anjurkan ibu untuk merawat dirinya, yakinkan pada suami atau keluarga untuk selalu memperhatikan si ibu
2. Menu makanan yang seimbang
3. Olahraga secara teratur
4. Mintalah bantuan kepada suami atau keluarga untuk merawat ibu dan bayinya
5. Rencanakan acara keluar bersama bayi dan suami
6. Rekreasi
B. POST PARTUM DEPRESION
Post partum Depression hampir sama dengan Baby Blues Syndrome (post partum blues), perbedaan keduanya terletak pada frekuensi, intensitas, serta durasi berlangsungnya gejala-gejala yang timbul. Pada Post partum Depression, akan merasakan berbagai gejala yang ada pada Baby Blues Syndrome tapi dengan intensitas yang lebih sering, lebih hebat serta lebih lama.
Bagaimana cara membedakannya?
Sebenarnya caranya mudah. Salah satunya adalah dengan memperhatikan pola tidur si ibu. Jika ketika ada orang lain menjaga bayi, si ibu bisa tertidur, maka besar kemungkinan si ibu hanya menderita Baby BluesSyndrome (BBS). Namun jika si ibu sangat sulit tertidur walaupun bayinya dijaga oleh orang lain, maka mungkin tingkat depresinya sudah termasuk ke dalam Postpartum Depression (PPD).
Beberapa Gejala Postpartum Depression:
1. Cepat marah
2. Bingung
3. Mudah panik
4. Merasa putus asa
5. Perubahan pola makan dan tidur
6. Ada perasaan takut bisa menyakiti bayinya
7. Ada perasaan khawatir tidak bisa merawat bayinya dengan baik
8. Timbul perasaan bahwa ia tidak bisa menjadi ibu yang baik
Gejala PPD bisa berlangsung hingga 1 tahun setelah kelahiran bayi dan pada kasus PPD akut, si ibu bisa saja bunuh diri atau menyakiti bayinya sendiri.
Apa Penyebab Post Partum Depresion?
1. Perubahan hormon si ibu
2. Tekanan menjadi ibu baru
3. Ada sejarah keluarga terkait dengan depresi
4. Kurangnya bantuan ketika melahirkan
5. Merasa terisolasi
6. Kelelahan
Bidan dapat membantu dengan cara :
1. a. Sensitif pada reaksi ibu
b. Terlibat dengan terjadinya pada bulan-bulan awal setelah kelahiran
c. Menjadi pendengar yang baik tanpa menghakimi sehingga ibu dapat mengekspresikan persoalan, keraguan dan kecemasan
2. Jika dilakukan sejak dini, penyakit ini dapat disembuhkan dengan obat-obatan dan konseling jika depresinya berat atau berkepanjangan perlu dirawat di rumah sakit.

pneumonia dalam kehamilan

PNEUMONIA
1. DEFINISI
Menurut National Center for Health Statistic (Hoyert dkk., 1998), di Amerika Serikat pada tahun 1997, pneumonia dan influenza merupakan penyebab kematian tersering kesepuluh pada orang berusia 25 sampai 44 tahun. Kematian akibat pneumonia community-acquired (ditularkan di masyarakat) dapat mencapai 5% pada orang berusia lanjut dan berpenyakit kronik; namun pda wanita muda dan sehat angka kematian ini jauh lebih rendah.
Pneumonia merupakan suatu infeksi paru-paru yang disebabkan oleh bermacam-macam patogen, termasuk bakteri, virus, dan jamur juga merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru distal dari jalan nafas besar dan melibatkan bronkiolus respiratorik serta alveolus. Bronkopneumonia mengacu pada peradangan yang berbercak dan difus, dan paling tidak mengisyaratkan bentuk pneumonitis yang lebih ringan karena secara radiografis tidak terjadi konsolidasi. Individu mungkin terinfeksi organisme tersebut melalui transmisi dari penyebaran daerah pernapasan atas, melalui peredaran darah, atau melalui dahak yang terinfeksi (Mays & Leiner, 1996) Pnemonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli).
2. ETIOLOGI
Patogen penyebab utama pneumonia seringnya tidak dapat teridentifikasi pada kasus perorang. Namun, ketika identifikasi pathogen pneumonia telah dilaksanakan, yang terjadi pada ibu hamil sama dengan identifikasi populasi pneumonia pada wanita tidak hamil. Bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada wanita hamil diantaranya :
a. Streptococcus pneumonia (S. pneumoniae)
b. Haemophilus influenza (H. influenzae)
c. Mycoplasma pneumonia (M. pneumoniae)
d. Legionella pneumophila (L. pneumophila)
e. Chlamydia pneumonia (C. pneumonia [TWAR])
f. Moraxella catarrhalis (M. catarrhalis)
(Rigby & Pastroek, 1996; Rodrigues & Niederman, 1992)
Virus patogen yang berhubungan dengan pneumonia selama kehamilan diantaranya :
a. Influenza A.
b. Varicella virus
c. Para-influenza virus
d. Adenovirus
e. Virus lainnya
Pneumonia yang disebabkan jamur seperti Pneumocystis carinii dan Aspergillus fumigates jarang terjadi pada individu dengan sistem imun yang baik tapi terjadi pada wanita dengan sistem imun yang terganggu (pada wanita yang terinfeksi HIV).
Infeksi Nosokomial organisme pneumonia juga dapat terjadi. Patogen seringkali berhubungan dengan infeksi nosokomial termasuk :
a. Staphylococcus aureus (S. aureus)
b. Klebsiella pneumonia (K. pneumonia)
c. Eschericia coli (E. coli)
d. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa)
e. Virus Influenza tipe A dan B
3. FAKTOR PREDISPOSISI
Wanita yang mengalami satu atau lebih dari beberapa hal dibawah ini yaitu (Rigby & Pastroek, 1996 ; Shannon, 1995) :
a. Pengguna rokok
b. Riwayat penyakit jantung atau pun paru-paru
c. Riwayat splenektomi
d. Riwayat Penyakit kronis (seperti penyakit ginjal)
e. Riwayat penggunaan alcohol narkoba suntik.
f. Riwayat penurunan imun (seperti infeksi HIV, pemberian obat immunosuppressive)
g. Riwayat Anemia
h. Riwayat infeksi pernapasan atas yang baru terjadi, influenza, serangan virus (seperti rubella, varisela)
i. Riwayat hospitalisasi
j. Baru saja Imigrasi
4. TANDA DAN GEJALA
a. Pneumonia Bakteri
Bakteri biasanya mencapai paru melalui inhalasi atau aspirasi secret nasofaring. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumonia yang merupakan bagian dari flora normal sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Yang utama, merokok dan bronchitis kronik mempermudah kolonisasi S. pneumonia, Haemophilus influenza dan Legionella. Faktor resiko lain adalah merokok, asma, minum-minum hingga mabuk dan infeksi virus imunodefisiensi manusia (HIV) (Munn dkk., 1999; Yost dkk., 2000).
Tanda dan gejala dari pneumonia yang disebabkan oleh bakteri diantaranya:
1) Ibu tiba-tiba akan mengalami beberapa gejala dari gejala yang ada di bawah ini (Mays & Leiner, 1996; Rigby & Pastroek, 1996 Rodrigues & Niederman, 1992; Shannon, 1995) :
Demam, biasanya lebih tinggi dari 38 0C (khususnya pada ibu dengan pneumococcal pneumonia)
2) Batuk dengan suara yang berat, mengeluarkan nanah dan atau lendir yang sedikit berdarah.
3) Menggigil
4) Sakit dada
5) Dyspneu
6) Malaise
7) Sakit kepala (jarang)
8) Myalgia (Nyeri otot)
9) Perubahan pada status mental (sering terjadi pada L.Pneumonia)
10) Nausea, Vomiting, diare, (biasanya berhubungan dengan L.Pneumonia)
Diagnosis
Gejala khas pneumonia adalah batuk produktif, demam, nyeri dada dan dispnea. Gejala pernfasan bagian atas yang ringan dan malaise biasanya mendahului gejala-gejala tersebut. Biasanya terjadi leukositosis ringan. Foto toraks penting untuk diagnosis, walaupun gambaran fotonya tidak secara akurat memperkirakan etiologi.
Patogen penyebab mungkin hanya teridentifikasi pada separuh kasus. Walaupun sebagian besar orang menganjurkan pemeriksaan sputum dengan pewarnaan gram untuk mencari pneumokokus atau mungkin stafilokokus, American Thoracic Society (1993) menekankan bahwa sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan ini sangat bervariasi. Demikian juga, walaupun biakan sputum rutin sering memperlihatkan organism patogenik, prediktabilitas biakan ini juga rendah. Bartlett dan Mundy (1995) melaporkan bahwa separuh sampel sputum memperlihatkan patogen-patogen yang diperkirakan berperan. Teknik-teknik invasive, seperti aspirasi transtrakea, jarang diindakasikan. Pemeriksaan serologis dan pengukuran aglutinin dingin tidak dianjurkan secara rutin. Akhirnya, saat ini belum ada pemeriksaan untuk antigen bakteri yang bermanfaat untuk evaluasi sebagian besar pasien.
Tabel 1: Faktor yang Meningkatkan Resiko Kematian atau Penyulit pada Pneumonia Community-Acquired
Penyakit yang sudah ada sebelumnya
Penyakit paru kronik, diabetes, gagal ginjal, gagal jantung, penyakit hati kronik, keadaan pascaplenoktomi, penyakit saraf, penyakit keganasan atau kecanduan alcohol kronik.
Riwayat rawat inap dalam I tahun terakhir
Kecurigaan aspirasi
Terganggunya status mental
Temuan fisik
Laju pernafasan >30/mnt, hipotensi, hipotermia atau suhu > 38,3 0C (101 0F)
Penyakit ekstraparu atau kebingungan
Temuan laboratorium
Leucopenia (<4000/µ), PO2 60 mmHg atau resistensi CO2, bakteremia, peningkatan keratinin serum, anemia atau tanda-tanda sepsis atau disfungsi organ
Gambaran radiologis
Keterlibatan labih dari 1 lobus, kavitasi, penyebaran cepat, atau efusi pleura
Dimodifikasi dari American Thoracic Society (1993) dan Fine dkk. (1996).

Tabel 2: Hasil Ibu dan Perinatal pada 317 Kehamilan dengan Penyulit Pneumonia
Penelitian Insiden Hasil Merugikan pada Ibu Hasil Merugikan Perinatal
Berkowitz dan LaSala (1990) (n=26) 1:275
2 intubasi
Tidak ada kematian Tidak ada kelahiran preterm
Tidak ada kematian perinatal
Richaey dkk. (1994)
(n=71)
Briggs dkk. (1996)
(n=59) 1:850


5 intubasi
5 kematian
7 intubasi
2 kematian
1 lahir preterm
4 lahir mati
1 kematian neonatus
Munn dkk. (1997)
(n=59) 1:525
6 intubasi
1 kematian 1 lahir mati
13 lahir preterm;
Yost dkk. (2000)
(n=133) 1:700 2 intubasi;
Tidak ada kematian 20 berat badan rendah
1 lahir mati;
Total (n=323) 7% diintubasi;
Angka kematian 1,6% 14 lahir preterm
Mortalitas perinatal 2,2%

Diperluas dari Bloom dkk. (1997)

Efek Pneumonia pada Kehamilan
Tak ada keraguan bahwa mortalitas ibu hamil akibat pneumonia cukup besar selama era praantibiotika. Pada tahun 1939, Finlandia dan Dubin melaporkan angka kematian ibu sebesar 32% pada 212 wanita. Sejak itu, terjadi kecenderungan penurunan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. Dalam lima studi terakhir yang diperlihatkan pada Tabel 2, angka kematian ibu (1,6%) dan perinatal (2,2%) secara keseluruhan masih cukup besar. Angka kelahiran preterm meningkat dibandingkan dengan angka dasar. Yang utama, 7% dari 323 wanita ini menimbulkan intubasi. Hasil-hasil ini menggarisbawahi bahwa pneumonia dapat menimbulkan sakit parah dan juga berfungsi menekankan perlunya diagnosis yang segera, pengawasan ketat dan terapi yang efektif
b. Pneumonia Virus
Gejala yang berhubungan dengan pneumonia yang disebabkan virus hampir sama dengan gejala yang terjadi pada Pneumonia yang disebabkan bakteri. Namun, lebih lanjut lagi akan ada laporan mengenai hasil pemeriksaan yang utama pada ibu dengan pneumonia ini adalah adanya infeksi karena virus.
1) Riwayat exanthema virus yang mengindikasikan infeksi virus rubella atau varisela yang baru terjadi.
2) Riwayat gejala yang mengindikasikan influenza yang baru terjadi.
3) Pneumonia Tipikal atau Mikoplasma
Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila dibandingkan dengan pneumonia pada umumnya. Karena itu, pneumonia yang diduga disebabkan oleh virus yang belum ditemukan ini sering juga disebut pneumonia yang tidak tipikal ( Atypical Penumonia).
Pneumonia mikoplasma mulai diidentifikasi dalam Perang Dunia II. Mikoplasma adalah agen terkecil dialam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya.
Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas.
Pneumonia yang terjadi yaitu dengan adanya serangan berangsur-angsur pada beberapa gejala di bawah ini yaitu (Mays & Leiner, 1996; Shannon, 1995) :
1) Sakit kepala
2) Malaise
3) Demam dengan tingkat rendah
4) Sakit Tenggorokan
5) Pembesaran kelenjar getah bening
6) Batuk tidak berdahak yang terus menerus (khususnya bila M.Pneumonia)
7) Rasa tidak nyaman pada otot dada (buka sakit pleura)
8) Gejala yang berhubungan dengan sinusitis
• Sakit Kepala
• Cairan hidung bernanah
• Demam
• Sakit pada tepi kelopak mata
9) Gejala pada Sistem Saraf Pusat, termasuk leher kaku, masalah koordinasi, kurang pendengaran (terjadi lebih dari 7 persen dari pasien pneumonia yang disebabkan M. Pneumonia)
c. Pneumonia Varisela
Virus varisela-zoster merupakan anggota dari family virus herpes DNA dan hamper 95% orang dewasa sudah kebal terhadapnya (Glantz dan Mushlin, 1998). Infeksi primer menyebabkan cacar air (chickenpox), yang memiliki angka serangan 95% pada individu seronegatif. Pada pasien sehat, timbul ruam makulopapular dan vesikel yang khas disertai gejala konstitusi dan demam selama 3 sampai 5 hari.
Walaupun infeksi kulit sekunder oleh streptokokus dan stafilokokus merupakan penyulit tersering pada cacar air, pneumonia varisela adalah penyulit yang paling serius. Penyulit ini timbul pada 10% orang dewasa (Nathwani dkk., 1998). Pneumonia biasanya muncul 3 sampai 5 hari perjalanan penyakit dan ditandai dengan takipnea, batuk kering, dispnea, demam dan nyeti dada plueritik. Foto thorak memperlihatkan infiltrate nodular khas dan pneumonitis intertisialis. Pada kasus yang fatal, paru memperlihatkan daerah-daerah nekrosis dan perdarahan yang tersebar. Walaupun perbaikan pneumonitis seiring dengan penyembuhan lesi kulit, demam dan gangguan fungsi paru dapat menetap berminggu-minggu.
Kehamilan
Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa wanita hamil lebih besar kemungkinannya mengalami pneumonitis (Nathwani dkk., 1998). Walaupun studi-studi terdahulu memperlihatkan peningkatan mortalitas pada wanita hamil, namun penelitian-penelitian deskriptif terakhir menunjukkan bahwa angka kematian setara dengan pada pasien tidak hamil. Namun, angka ini besarnya masih 10% yang menyebabkan penyakit ini cukup berbahaya. Paryani dan Arvin (1986) melaporkan bahwa 4 dari 43 wanita hamil dengan cacar air mengalami pneumonia dan satu dari dua yang memerlukan bantuan ventilasi meninggal.
Infeksi serius disertai sepsis atau pneumonia dilaporkan menyebabkan pelahiran preterm. Apabila infeksi terjadi sebelum usia gestasi 20 minggu, janin dapat terinfeksi dan dapar terjadi sekuele permanen.
Penatalaksanaan
Walaupun efektivitasnya belum pernah dibuktikan, sebagian besar penulis menganjurkan pemberian asiklovir intravena, 10 mg/kg setiap 8 jam, untuk pneumonitis varisela. Dalam sebuah studi retrospektif, pasien tidak hamil dengan pneumonia yang mendapat asiklovir dalam 36 jam setelah dirawat memperlihatkan perbaikan oksigenasi pada hari keenam dibandingkan dengan control tang tidak diterapi (Haake dkk., 1990). Smego dan Asperilla (1991) mengulas terapi asiklovir unruk pneumonia varisela dan mendapatkan rata-rata angka kematian ibu adalah 15%.
Profilaksis
Pemberian imunoglobin variselazoster (VZIG) akan mencegah atau memperlemah infeksi varisela pada orang rentan yang terpajan apabila diberikan dalam 96 jam pertama. Dosisnya adalah 125 unit per 10 kg secara intramuscular dengan dosis maksimum 625 unit atau 5 vial. Immunoglobulin direkomendasikan oleh Centers for Disease Control (1984) untuk orang dewasa rentan dengan gangguan imun dan terpajan. Karena varisela selama kehamilan biasanya parah, beberapa dokter menganjurkan pemberian immunoglobulin kepada wanita hamil sehat yang seronegatif (Chapman, 1998; Chapman dan Duff, 1993). Sebanyak 80 sampai 90% orang dewasa sudam memiliki kekebalan karena infeksi simtomatik atau asimtomatik sebelumnya; oleh karena itu, apabila mungkin perlu diperlukan pemeriksaan antibodi dengan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) atau fluorescent antibody to membrane antigen (FAMA) sebelum pemberian terapi immunoglobulin (Rouse dkk., 1996). Ditemukannya antibodi dengan teknik fiksasi komplemen menunjukkan bahwa pasien mengalami infeksi yang relatif baru. Meningkatnya titer antibodi fiksasi komplemen merupakan bukti bahwa infeksi sedang berlangsung atau baru berlalu.
Vaksin ini dikontraindikasikan bagi wanita hamil. Virus dalam vaksin dapat menginfeksi janin dengan resiko tertinggi adalah pada usia gestasi antara 13 sampai 20 minggu (Stallings, 2000). Huang dkk. (1999) melaporkan seorang wanita aterm yang mengalami varisela setelah terpajan ke kedua anaknya yang mendapat vaksinasi 8 hari sebelumnya. Produsen vaksin, Merck & Co, Inc. (West Point, Pennsylvania, 800-986-8999), telah membuat suatu registrasi untuk menelusuri hasil pada wanita yang divaksinasi dalam 3 bulan sebelum kehamilan atau setiap saat selama hamil (Centers for Disease Control and Prevention, 1996).
d. Pneumonia Jamur dan Parasit
Infeksi jamur oleh jamur parasit biasanya merupakan penyulit paling berbahaya pada individu dengan gangguan imun, terutama wanita yang mengidap sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS).
Pneumonia Jamur
Sejumlah jamur dapat menyebabkan pneumonia pada ibu hamil. Penyakit ini biasanya dijumpai pada wanita dengan infeksi HIV atau mereka dengan gangguan imun. Infeksi dapat berupa histloplasmosis, koksidioidomikosis, kriptokokosis, dan balstomikosis. Spora jamur-jamur ini dapat dijumpai di tanah, dan walaupun sering terjadi, infeksi biasanya ringan dan swasirna. Infeksi ditandai dengan batuk dan demam; jarang terjadi penyebaran.
Pneumonia Pneumosistis
Penyulit infeksius yang paling umum pada wanita dengan AIDS adalah pneumonia interstisialis oleh parasit Pneumocystis carinii. Sebelum tahun 1980-an, infeksi ini terakhir prevalen pada epidemi selama Perang Dunia II, dan berkaitan dengan infeksi oportunistik pada orang dengan malnutrisi. Pada pasien-pasien dengan gangguan imun, ini adalah infeksi yang mengancam jiwa dan sejak epidemi AIDS dimulai pada tahun 1980-an, infeksi menjadi penyulit yang sering dijumpai. Gejala meliputi batuk kering, takipnea dan dispnea, dan temuan radiografik khas adalah infiltrate difus. Walaupun organisme dapat diidentifikasi dengan biakan sputum, mungkin diperlukan bronchoskopi dengan lavase atau biopsi. Angka kematian ibu mungkin cukup tinggi, tetapi hal ini dapat merupakan bias karena yang dilaporkan hanya kasus-kasus berat (Saade, 1997).
Stratton dkk. (1992) melaporkan 35 wanita hamil dengan pneumonia pneumosistis yang disertakan dalam AIDS Clinical Trial Centers. Terpai adalah dengan trimetoprim-sulfametoksazol atau pentamidin kedua obat ini termasuk dalam kategori C. pada beberapa kasus, mungkin diperlukan intubasi trakea dan ventilasi mekanis (Albino dan Shapiro, 1994; Saade, 1997).
Untuk beberapa pasien yang positif HIV, Centers for Disease Control (1999c) menganjurkan profilaksis terhadap infeksi pneumosistis dengan trimetoprim-sulfometoksazol double-strength peroral sekali sehari. Pasien yang termasuk didalamnya adalah wanita dengan hitung limfosit T CD4+ kurang dari 200µl, mereka yang memiliki riwayat kandidiasis orofaring, atau mereka yang sel CD4+ nya membentuk kurang dari 20% dari limfosit.
5. KOMPLIKASI
Peningkatan resiko komplikasi pneumonia selama kehamilan ditemukan berhubungan dengan beberapa faktor maternal diantaranya :
a) Ibu menderita penyakit terutama yang berhubungan dengan pneumonia ( seperti penyakit paru-paru dan infeksi HIV).
b) Status kesehatan ibu saat terjadi manifestasi klinis.
c) Seberapa cepat intervensi therapeutic terhadap penyakit dilakukan. (Berkowitz & SaLala, 1990; Rigby & PAstroek, 1996; Rodrigues & Niederman, 1992)
Komplikasi yang mungkin terjadi diantaranya :
1. Bakteremia
2. Meningitis
3. Penyakit jantung
4. Infeksi influenza
5. TBC
6. Syndrom gangguan pernapasan lanjut
7. Emboli paru dan infark
8. Neoplasma
9. Penurunan system imun
10. Pertussis
11. IUGR
6. PATOFISIOLOGI
a. Perubahan Anatomi
Sejumlah perubahan anatomi terjadi pada dada selama kehamilan, termasuk peningkatan sudut subcostal dan peningkatan diameter melintang dari dada. Diafragma juga bertambah 4cm. Secara bersamaan, perubahan ini mengurangi kemampuan wanita hamil dalam proses respirasi. Dengan ketinggian dari diafragma yang mengarah pada penurunan kapasitas fungsional sisa yang berhubungan pula dengan peningkatan konsumsi oksigen yang terjadi selama kehamilan, sehingga mengurangi kemampuan ibu hamil untuk mentolerir Hypoxia, terutama pada trimester ketiga. Peningkatan progesteron selama kehamilan merangsang pusat pernafasan di otak sehingga terjadi hyperventilasi dan menjadi sulit bernafas yang umumnya terjadi selama kehamilan normal. Penilaian pernapasan harus tetap normal, jika adanya takipneu merupakan suatu keadaan patologis. Terjadinya tachypneu itu akan digunakan untuk mengevaluasi kerasnya sakit ketika adanya pneumonia.
Pneumonitis yang menyebabkan penurunan kapasitas ventilasi secara bermakna kurang dapat ditoleransi oleh wanita hamil. Generalisasi ini tampaknya berlaku apapun etiologi pneumonianya. Selain itu, hipoksemia dan asidosis kurang dapat ditoleransi oleh janin, dan keduanya sering menyebabkan persalinan preterm setelah pertengahan kehamilan. Karena banyak kasus pneumonia terjadi setelah infeksi saluran nafas atas oleh virus biasa, perburukan atau berlanjutnya gejala seyogyanya mendorong kita mempertimbangkan diagnosis infeksi parenkim paru. Setiap wanita yang dicurigai memiliki pneumonia harus menjalani foto toraks anteroposterior dan lateral.
b. Perubahan Sistem Imun
Faktor predisposisi utama ibu hamil dengan pneumonia akut adalah perubahan system imun atau kekebalan. Perubahan ini terutama terjadi pada sel-mediated system imun. Menurut hasil penelitian beberapa ahli, sejumlah kehamilan mengalami perubahan system imun ibu seperti penurunan respon proliferative limfosit, penurunan aktivitas sel pembunuh alami dan penurunan absolute sel penolong T4. Serum ibu juga dapat memblokir pengeluaran lymphokine dan lymphoproliferatif. Adaptasi imunologis yang terjadi pada tempat janin hidup itu dapat melindungi janin dari antigen yang berbeda dari ibu namun dapat meningkatkan kerentanan ibu terhadap infeksi.
c. Perubahan Hormonal
Perubahan aktivitas hormonal yang terjadi saat kehamilan tentunya berpengaruh pada infeksi yang terjadi. Progesteron, HCG, alpha-fetoprotein dan cortisol menghambat sel-mediated imunitas. Selain itu, estrogen (17-estradiols), progesterone dan testosterone telah terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan pathogen in vitro tertentu, seperti Coccidioides immits. Oleh karena adaptasi fisiologi selama kehamilan ini, perubahan keseimbangan cairan paru-paru dapat terjadi. Kehamilan telah dikaitkan dengan kecenderungan untuk meningkatkan cairan interstitial paru-paru, yang kemungkinan akan meningkatkan cedera paru-paru.
7. PENATALAKSANAAN ATAU MANAJEMEN
a. Deteksi Dini
1. Anamnesa
Mungkin ibu merokok, punya penyakit jantung ataupun paru-paru sebelumnya, mempunyai riwayat penyakit kronis (penyakit ginjal), riwayat infeksi oernafasan atas yang baru terjadi, influenza, serangan viru (seperti rubella, varisela), pernah dirawat di rumah sakit atau baru saja imigrasi.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada kehamilan dengan pneumonia (Rigby & Pastroek, 1996; Rodrigues & Niederman, 1992) diantaranya :
a) Keadaan Umum
Mungkin tampak cemas, khawatir, risau atau bingung, tergantung pada tingkat hipoksia dan/ atau kesakitan yang bersamaan (seperti meningitis)
b) Tanda-tanda Vital
• Suhu mungkin meningkat ataupun normal
• Tekanan Darah mungkin normal atau menurun (jika syok atau dehidrasi berat)
• Nadi mungkin meningkat
• Pernapasan mungkin normal atau meningkat; ortophnea mungkin terjadi.
c) Kulit
• Warna kulit mungkin normal atau keabu-abuan menuju sianosis tergantung pada perfusi oksigen ibu.
• Jaringan turgor yang kurang baik dapat terjadi pada ibu dengan dehidrasi.
• Bintik-bintik merah dapat terjadi pada ibu yang terinfeksi virus dan jamur (seperti Coccidioides immits) secara serentak bersamaan.
d) Dada
• Pada pemeriksaan,
• Palpasi dinding dada
 Tenderness palpasi otot interkosta
 Peningkatan getaran yang terasa dapat terjadi pada daerah konsolidasi.
• Pada perkusi dada dapat menunjukkan
 Penurunan ekskursi diafragma pada bagian yang terserang, jika terjadi penumpukan cairan pleura pada pangkal paru.
 Bunyi Dullnes pada daerah konsolidasi.
• Pada auskultasi paru dapat menunjukkan
 Bunyi berderak
 Bunyi napas bronchi atau tubular (jika ada konsolidasi)
 Bunyi gesekan pleura (jika ada efusi pleura)
 Adanya penurunan atau tidak ada bunyi napas vesicular (jika ada efusi pleura)
 Peningkatan bronchophonia, egophonia, bising paru (jika ada efusi pleura)
 Pada auskultasi dapat terdengan bunyi murmur sistolik. (jika ada efusi pleura)
e) Abdomen
• Palpasi menyeluruh
Selama kehamilan, wanita dengan pneumonia mungkin mengalami masalah pernapasan yang minimal, namun akan mengemukakan bahwa mereka mengalami sakit atau ketidaknyamanan pada daerah abdomennya.
• TFU lebih kecil daripada normalnya usia kehamilan dapat terjadi. (jika IUGR)
f) Pada pemeriksaan saraf dapat menunjukkan kaku kuduk (jika Sistem Saraf Pusat terlibat)
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Tes Darah lengkap (Complete Blood Count)
• Pneumonia bakteri (khususnya S.pneumonia) biasanya menunjukkan leukositosis.
• Hemoglobin atau hematokrit mengalami peningkatan pada ibu dengan dehidrasi atau mengalami penurunan bila ibu menderita anemia pula.
b) Tes serum kimia
c) Gas darah dapat menunjukkan adanya hipoksia
d) Tes radiografi dada
e) Titer serum antibody
b. Assesment
Pneumonia (bacterial, virus, jamur)
• Bakteremia
• Meningitis
• Penyakit jantung
• Infeksi influenza
• Tuberculosis
• Syndrome distress pernafasan lanjut
• Emboli paru dan infark
• Neoplasma
• Defisiensi imun
• Pertusis
• IUGR
c. Penanganan Awal
• Manajemen pengobatan ibu hamil dengan pneumonia harus kolaborasi dengan dokter.
• Ibu hamil yang sedang mengalami gejala yang parah, terdapat tanda hipoksia, riwayat menjalani pengobatan yang dapat melemahkan respon imun, atau yang telah didiagnosa terinfeksi organisme berbahaya maka harus dirawat di rumah sakit.
• Untuk kelompok tanpa komplikasi, rawat jalan memungkinkan untuk dilakukan. Pengobatan empiris antibiotic untuk suspek pneumonia bakteri sebaiknya dilakukan sesuai dengan pathogen penyebab penyakit tersebut. (seperti S.pneumoniae, H.influenzae). Antibiotik yang dapat diberikan diantaranya :
 Amoxicillin dan clavulanate
 Cefuroxime
 Trimethoprim/sulfamethoxazole
• Ibu dengan pneumonia virus dan jamur harus dikonsultasikan dengan dokter.
• Segera lakukan pemeriksaan kehamilan (seperti NST, Index cairan amnion) antara usia kehamilan 32-36 minggu pada ibu dengan IUGR atau yang memiliki riwayat mengalami pneumonia selama kehamilannya.
• Anjurkan ibu melakukan pemeriksaan USG setiap 3-4 minggu sekali pada ibu dengan IUGR untuk menilai perkembangan janin.
• Vaksin Pneumococcal direkomendasikan untuk ibu dengan :
 Sistem imun yang baik tapi memiliki penyakit kronis (seperti diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit paru-paru, pengguna alcohol)
 Kerusakan imun (seperti kerusakan ginjal kronik, lymphoma, myeloma multiple, atau dengan keadaan transplantasi organ)
 Terinfeksi HIV (Asymtomatik maupun Simptomatik)
 Tinggal di lingkungan atau keadaan social yang teridentifikasi dapat meningkatkan resiko penyakit pneumonia dan komplikasinya.
• Vaksin pneumococcal polyvalent 0,5 mL IM dapat melindungi dari 23 jenis S. Pneumonia pada ibu dengan system imun yang baik.
Catatan : Durasi imunisasi tidak diketahui, namun diperkirakan dapat melindungi untuk jangka waktu 5 sampai 10 tahun. Pneumococcal merupakan vaksin dari bakteri yang telah mati, dengan dampak pada janin yang tidak diketahui. Idealnya, vaksin ini seharusnya diberi terlebih dahulu sebelum kehamilan atau setelah trimester pertama kehamilan.
• Vaksin Influenza seharusnya diberi setahun sekali pada ibu yang akan mengalami hal yang sama atau dengan usia kehamilan lebih dari 14 minggu selama musim influenza.
Catatan : Vaksin Pneumococcal dan Influenza dapat diberikan pada waktu yang sama di tempat penyuntikan yang berbeda tanpa meningkatkan terjadinya efek samping.
• Konseling yang dapat dilakukan diantaranya :
 Memberitahu ibu mengenai pneumonia termasuk penyebabnya, gejala klinis, indikasi diagnose tes, pilihan pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin serta perlunya penanganan lanjut.
 Memberitahu ibu untuk memeprhatikan tanda dan gejala dari kemungkinan komplikasi yang berhubungan dengan pneumonia dan perlunya evaluasi segera jika hal itu terjadi.
 Jika ibu dianjurkan untuk menjalani pengobatan di rumah sakit, dokter yang bertanggungjawab atas perawatannya harus mendiskusikan mengenai pilihan pengobatandan perlunya perawatan rumah sakit untuk ibu.
 Jika ibu merokok, anjurkan ibu untuk berhenti agar mencegah adanya eksaserbasi gejala, lebih jauh lagi merusak jaringan paru-parunya serta menyebabkan efek merugikan pada janin. Jika ibu tidak merokok namun tinggal di lingkungan yang membuatnya dikategorikan perokok pasif, anjurkan ibu untuk menghindarinya sebisa yang ibu lakukan.
d. Penanganan Lanjut
• Jika ibu di rawat di rumah sakit, jadwal kunjungan lanjutan seperti yang direkomendasikan dokteryang bertanggungjawab untuk perawatannya.
• Evaluasi lanjutan dilakukan pada beberapa ibu yang gejalanya tetap ada setelah terapi yang tepat dan sesuai, yang mungkin saja tidak menurut pada sejumlah perawatan atau yang mengalami komplikasi dari gejala yang ada.
• Ibu yang menjalani rawat jalan dan tanpa tanda adanya masalah kehamilan sebaiknya harus kembali untuk melakukan pemeriksaan kehamilan rutin sesuai perjanjian khusus dengan institusi perawatan.
• Ibu yang mengalami komplikasi kehamilan (seperti IUGR) harus melanjutkan pemeriksaan klinis dan pengawasan janin (seperti NST dan ultrasound).
• Dokumentasikan diagnosis pneumonia dan pengobatannya pada catatan perkembangan serta daftar masalah.
2.5.6 Manajemen Kebidanan
Asuhan Kebidanan pada ibu hamil
1. Data Subjektif
Ny. N 28 tahun mengaku hamil anak ke dua atau G2P1A0 hamil 26 minggu dengan HPHT 19-07-09. Ibu mengeluh demam tinggi, batuk berdahak, sakit dada, sering kelelahan, ibu merasakan gerakan janin sekitar ± 12 kali pada siang hari, sebelum hamil ibu pernah mengalami sakit paru-paru.
2. Data Obyektif
a. Keadaan umum baik,
• Kesadaran : Composmentis,
• TTV : - TD: 110/70 mmHg,
- Nadi 74x/menit,
- Respirasi 24x/menit,
- Suhu 38 0C,
• Antropometri : - BB 56 kg,
- BB sebelum hamil 50 kg,
- TB 158 cm, LILA 24 cm.
• Pemeriksaan Fisik
1) Secara unum pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan
2) Mata
 kelopak mata tidak oedema,
 konjungtiva tidak anemis,
 sklera tidak ikterik, pada gigi tidak ada karies,
3) Leher
 tidak ada pembesaran kelenjar getah bening,
4) Dada
 jantung tidak terdapat mur-mur,
 paru terdapat ronkhi,
 wheezing,
 payudara membesar,
 putting susu menonjol, simetris, tidak terdapat benjolan, pengeluaran kolostrum tidak ada,
5) Abdomen
 tidak ada bekas luka operasi pada abdomen
 Fundus Uteri teraba 1 bagian bulat, keras melenting (kepala)
 Leopold I: 24 cm
 Leopold II: pada bagian kanan teraba bagian yang keras memanjang seperti papan dan pada bagian kiri teraba bagian-bagian kecil (ekstremitas)
 Leopold III: teraba 1 bagian bundar, lunak, tidak melenting (bokong).
 ekstremitas tidak oedema,
 DJJ (+) 142x/menit, teratur
 Taksiran Berat Janin: (24-11) x 155 = 2015 gram
 kandung kemih kosong
6) Genitalia
 tidak ada varises pada vulva dan anus
 tidak ada oedema
 pada perineum tidak ada luka parut
 tidak ada pembesaran kelenjar Bartholini
7) Ekstremitas
 tidak ada varises dan oedema
 reflex +/+
8) Pemeriksaan Penunjang
 pemeriksaan Laboratorium: protein urine (-), reduksi urine (-), Hb 11,2 gr%, Golongan Darah 0 Rhesus (+).
 foto Rontgen thorax terdapat penyempitan saluran pernafasan.
3. Assesment
Diagnosa ibu G2P1A0 hamil 26 minggu disertai penyakit pneumonia, janin tunggal, hidup intrauterine. Potensial masalah hipoksia pada janin, tindakan segera membantu memperlancar pernafasan ibu dengan tindakan: atur posisi, bersihkan jalan nafas, berikan oksigen dengan melakukan kolaborasi dengan dokter.
4. Planning
a) Memberitahukan pada ibu dan keluarga hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu saat ini kurang abik, TD: 110/70 mmHg, Nadi 74x/menit, Respirasi 24x/menit, Suhu 38 0C, gerakan bayi aktif 12x/menit pada siang hari, DJJ (+) 142x/menit, teratur. Dan ibu menderita pneumonia yang dapat berpengaruh terhadap kehamilannya. Ibu dan keluarga telah mengetahui hasil pemeriksaan.
b) Menganjurkan ibu untuk tidur dengan posisi fowler agar membantu melancarkan jalan nafas ibu. Ibu telah tidur dengan posisi fowler.
c) Memberikan obat antipiretik kepada ibu untuk menurunkan panasnya.
d) Memnberikan oksigen pada ibu untuk membantu asupan oksigen agar tidak terjadi hipoksia pada janin 6 liter/jam. Oksigen telah diberikan.
e) Memberikan dukungan emosional pada ibu agar ibu tidak stress sehingga dapat memperberat penyakit ibu. Ibu telah disarankan untuk tenang dan ibu telah merasa tenang.
f) Memberitahukan bahwa penyakit asma merupakan penyakit yang disebabkan oleh faktor allergen dan untuk mencegahnya adalah dengan cara mencegah faktor yang dapat menyebabkan asma itu kambuh. Ibu mengerti penjelasan tersebut.
g) Menganjurkan ibu untuk menghindari factor resiko. ibu mengerti dan mau melaksanakan.
h) Menganjurkan ibu agar tidak kelelahan. Ibu mengerti dan paham
i) Menganjurkan ibu untuk menghindari asap rokok, asap kendaraan, dll. Ibu sudah mengerti apa yang sudah dijelaskan.
j) Menganjurkan ibu agar tidak mengkonsumsi es dan minuman dingin. Ibu sudah mengerti dan mau melaksanakan.
k) Menjelaskan bahwa kemungkinan ibu akan mengalami sesak nafas kembali pada usia kehamilan mencapai 9 bulan. Ibu mengerti.
l) Menganjurkan ibu untuk tidur dengan posisi setengah duduk ketika merasakan sesak. Ibu mengerti dan mau melaksanakan
m) Rujuk ibu ke dokter spesialis kandungan dan spesialis dalam atau paru untuk mengetahui keadaan penyakit serta pengaruhnya pada kehamilan.
n) Memebritahu ibu untuk jadwal kunjungan ulang. Ibu mengetahui.






Sumber:
William Obstetri
Ambulatory obstetry
http://zietraelmart.multiply.com/journal/item/39

klimakterium dan menopause

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Klimakterium dan Menopause
2.1.1 Pengertian Klimaterium
Klimakterium merupakan periode peralihan dari fase reproduksi menuju fase usia tua (senium) yang terjadi akibat menurunnya fungsi generatif ataupun endokrinologik dari ovarium. (Baziad, 2003, hal 1)
Klimakterium yaitu fase peralihan antara pramenopause dan pascamenopause. (Baziad, 2003, hal 1)
Klimakterium adalah fase terakhir dalam kehidupan wanita atau setelah masa reproduksi berakhir. (Kasdu, 2002, hal 2 )
Klimakterium adalah masa peralihan yang dilalui seorang wanita dari periode reproduktif ke periode non reproduktif. (Kasdu, 2002, hal 2 )
Klimakterium adalah masa yang bermula dari akhir masa reproduksi sampai awal masa senium dan terjadi pada wanita berumur 40 – 65 tahun. Klimakterium prekoks adalah klimakterium yang terjadi pada wanita umur kurang dari 40 tahun. Klimakterium, merupakan masa peralihan antara masa reproduksi dan masa senium, yang bukan merupakan suatu keadaan patologik, melainkan suatu masa peralihan yang normal. Masa ini berlangsung sebelum dan beberapa tahun sesudah menopause. Masa premenopause, menopause dan pasca menopause dikenal sebagai masa klimakterium. Klimakterium dapat dikatakan mulai sekitar 6 tahun sebelum menopause dan berakhir kira-kira 6-7 tahun sesudah menopause.
Fase-fase Kliamkterium
1. Fase Premenopause
Fase pramenopause adalah fase antara usia 40 tahun dan dimulainya fase klimakterik. Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur, dengan perdarahan haid yang memanjang dan jumlah darah haid yang relatif banyak dan kadang-kadang disertai nyeri haid (dismenorea). Pada wanita tertentu telah timbul keluhan vasomotorik dan keluhan sindrom pramenstrual (PMS). Perubahan endokrinologik yang terjadi adalah berupa fase folikuler yang memendek, kadar esterogen yang tinggi, kadar FSH juga biasanya tinggi, tetepi juga dapat ditetapkan kadar FSH yang normal. Fase luteal tetap stabil. Akibat kadar FSH yang tinggi ini dapat terjadi perangsangan ovarium yang berlebihan (hiperstimulasi) sehingga kadang – kadang dijumpai kadar estrogen yang sangat tinggi.
2. Fase Perimenopause
Perimenopause merupakan fase peralihan antara pramenopause dan pascamenopause. Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur. Pada kebanyakan wanita siklus haidnya lebih dari 38 hari.
3. Fase Menopause
Menopause adalah perdarahan haid yang terakhir yang terjadi pada usia 40 – 65 tahun. Jumlah folikel yang mengalami atresia makin meningkat, sampai suatu ketika tidak tersedia lagi folikel yang cukup. Produksi estrogenpun berkurang dan tidak terjadi haid lagi yang berakhir dengan terjadinya menopause.
4. Fase Pascamenopause
Pasca menopause adalah masa setelah menopause sampai senilis. Fase ini terjadi pada usia di atas 60 – 65 tahun. Biasanya wanita beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis.
Pada wanita dalam masa ini, terjadi juga keluhan-keluhan yang disebut sindroma klimakterik. Sindroma klimaktek diantaranya:
1. Sindrom klimakterik klinis adalah keluhan-keluhan yang timbul pada masa pramenopause, menopause, dan pascamenopause.
2. Sindrom klimakterik endokrinologis adalah penurunan kadar estrogen, peningkatan kadar gonadotropin (FSH dan LH). Disebut juga sebagai sindrom defisiensi estrogen.
Sebagian pakar kesehatan berpendapat bahwa menopause merupakan peristiwa alamiah dan bukan diakibatkan oleh penyakit khusus (penyakit defisiensi hormon), sehingga tidak memerlukan pengobatan tetapi hanya membutuhkan pengertian dari keluarga, lingkungan dan dirinya sendiri. Namun banyak pula yang menganggap proses ini sebagai kelainan yang memerlukan pengobatan tersendiri.
Agar kehidupan usia senja ini berlangsung dalam kepuasan dan kebahagiaan, maka setiap wanita perlu mengadakan persiapan untuk menghadapinya. Salah satu persiapan yang penting adalah mengetahui organ tubuh kita sendiri dan fungsinya, serta mengenal bagaimanakah sebenarnya kejadian masa klimakterik itu.
2.1.2 Pengertian Menopause
Menopause adalah kondisi fisiologis dimana terjadi berakhirnya menstruasi yang rata-rata terjadi pada umur 51 tahun. Menopause adalah masa di mana indung telur, sehingga produksi hormon estrogen berkurang yang berakibat terhentinyya haid untuk selamanya (mati haid).
Menopause adalah haid terakhir atau saat terjadinya haid terakhir yang disebabkan menurunnya fungsi ovarium. Diagnosa dibuat setelah terdapat amenorea (tidak haid) sekurang-kurangnya satu tahun. Berhentinya haid dapat didahului oleh siklus yang lebih panjang dengan perdarahan yang berkurang. Umumnya batas terendah terjadinya menopause adalah umur 44 tahun.
Menurut Kasdu (2002 : 54), menopouse adalah sebuah kata yang mempunyai banyak arti. Men dan peuseis adalah kata Yunani yang pertama kali digunakan untuk menggambarkan berhentinya haid. Menurut kepustakaan abad 17 dan 18 menopause dianggap sebagai suatu bencana dan malapetaka, sedangkan wanita setelah menopause dianggap tidak berguna dan tidak menarik lagi.
Webster’s Ninth New Collection mendefinisikan menopause sebagai periode berhentinya haid secara alamiah yang biasanya terjadi antara usia 45 dan 50. Menopause kadang-kadang juga dinyatakan sebagai masa berhentinya haid sama sekali.
Baziad (2000) dalam (Kasdu, 2002 : 56) menyebutkan menopouse sebagai pendarahan rahim terakhir yang masih diatur oleh fungsi hormon indung telur. Istilah menopouse digunakan untuk menyatakan suatu perubahan hidup dan pada saat itulah seorang wanita mengalami periode terakhir masa haid.
Menurut Ali (2004 : 8), pada beberapa wanita, berakhirnya haid terjadi secara mendadak, satu masa haid berakhir dan ia tidak pernah mendapat haid lagi. Bagi wanita yang lain , jarak haidnya menjadi tidak teratur, terjadi antara selang waktu 3 (tiga) minggu sampai beberapa bulan. Apabila satu tahun penuh telah berlalu tanpa mendapat haid, maka ia dapat dengan yakin menyimpulkan bahwa menopouse terjadi saat terakhir kali ia mendapat haid.
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi menopause adalah sebagai berikut :
Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi kapan seorang wanita mengalami menopause :
a. Usia haid pertama kali (menarche)
Beberapa ahli yang melakukan penelitian menemukan adanya hubungan antara usia pertama kali mendapat haid dengan usia seorang wanita memasuki menopause. Kesimpulan dari penelitian-penelitian ini mengungkapkan, bahwa semakin muda seorang mengalami haid pertamakalinya, semakin tua atau lama ia memasuki masa menopause.
b. Faktor psikis
Keadaan seorang wanita yang tidak menikah dan bekerja diduga mempengaruhi perkembangan psikis seorang wanita. Menurut beberapa penelitian, mereka akan mengalami masa menopouse lebih muda, dibandingkan mereka yang menikah dan tidak bekerja atau tidak menikah dan tidak bekerja.
c. Jumlah Anak
Meskipun belum ditemukan hubungan antara jumlah anak dan menopouse, tetapi beberapa peneliti menemukan bahwa makin sering seorang wanita melahirkan maka semakin tua atau lama mereka memasuki masa menopause.
d. Usia Melahirkan
Masih berhubungan dengan melahirkan anak, bahwa semakin tua seseorang melahirkan anak, semakin tua ia mulai memasuki usia menopouse. Penelitian yang dilakukan Beth Israel Deacones Medical Center in Boston mengungkapkan bahwa wanita yang masih melahirkan diatas usia 40 tahun mengalami usia menopouse yang lebih tua. Hal ini terjadi karena kehamilan dan persalinan akan memperlambat sistem kerja organ reproduksi bahkan akan memperlambat proses penuaan tubuh.
e. Pemakaian Kontrasepsi
Pemakaian kontrasepsi ini, khususnya alat kontrasepsi jenis hormonal. Hal ini bisa terjadi karena cara kerja kontrasepsi yang menekan fungsi indung telur sehingga tidak memproduksi sel telur. Pada wanita yang menggunakan kontrasepsi ini akan lebih lama atau tua memasuki menopause.


f. Merokok
Perempuan yang merokok cenderung mengalami menopause beberapa tahun lebih awal dibandingkan mereka yang tidak merokok. Belum ada cara pasti memperhitungkan usia menopause. Hanya perempuan yang tidak mengalami menstruasi selama 12 bulan berturut-turut, tanpa penyebab yang jelas, yang bisa dikatakan sudah menopause.
g. Sosial ekonomi
Meskipun data pasti belum diperoleh, dalam bukunya, Dr. Faisal menyebutkan bahwa menopouse kelihatannya dipengaruhi oleh faktor status sosial ekonomi, disamping pendidikan dan pekerjaan suami. Begitu juga hubungan antara tinggi badan dan berat badan wanita yang bersangkutan termasuk dalam pengaruh sosial ekonomi (Kasdu, 2002 : 58).
2.1.4 Usia Menopause
Kapan menopouse terjadi pada seorang wanita, tidak ada yang sama pada setiap orang. Yatim (2000) dalam Kasdu (2002 : 85), menyebutkan hasil studinya bahwa rata-rata seorang wanita memasuki masa menopouse berbeda pada setiap ras. Meskipun dalam satu ras, tetap tidak sama pada setiap orang. Misalnya, wanita ras Asia mengalami menopouse pada usia 44 tahun. Menurut Rachman (1997) dalam Kasdu (2002 : 53), menyebutkan usia menopouse terjadi pada usia 48 – 50 tahun.
Sebuah penelitian yang sudah dilakukan pada tahun 1992 oleh Samil di Kota Jawa Tengah dengan responden wanita berpendidikan, diketahui bahwa wanita mengalami menopouse pada usia 50,2 tahun. Pada wanita yang tinggal di pedesaan, terjadi pada usia 46,5 tahun. Angka ini hampir sama dengan rata-rata usia wanita Amerika dan Eropa mulai memasuki masa menopouse (Kasdu, 2002 : 87)

2.2 Tanda- tanda Klimakterium dan Menopause
2.2.1 Tanda Awal Klimaterium
Terjadi perubahan pada ovarium seperti sclerosis (penyakit saraf kronis yang mempengaruhi sistem saraf pusat) pembuluh darah, berkurangnya jumlah folikel dan menurunnya sintesis steroid (senyawa turunan lemak) seks. Lalu berhenti haid. Dan ditandai dengan turunnya kadar estrogen dan meningkatnya pengeluaran gonadotropin.
PERUBAHAN-PERUBAHAN ORGANIK PADA MASA KLIMAKTERIK
Organ sasaran Bentuk perubahan Akibatnya
Urogenital Atrofi vulva, vagina, uterus, vesika urinaria Elastisitas menurun, mengecil, kering,mudah cedera, mudah infeksi
Hemodinamik Gangguan pembuluh darah tepi Infark miokard
Metabolisme Hiperkolesterolemia,kekurangan kalsium,gangguan metabolisme karbohidrat Aterosklerosis, osteoporosis,adipositas
Endokrin Hiperfungsi hipofisis,disfungsi tiroid, peningkatan androgen Hipertiroid, defeminisasi,virilisasi
Vegetatif Hipersimpatikotonik,ataksi Hipertiroid, defeminisasi,virilisasi

2.2.2 Tanda Awal Menopause
 Perubahan Kejiwaan
Perubahan yang dialami oleh wanita dengan menjelang menopause adalah merasa tua, mudah tersinggung, mudah kaget sehingga jantung berdebar, takut tidak bisa memenuhi kebutuhan seksual suami, rasa takut bahwa suami akan menyeleweng. Keinginan seksual menurun dan sulit mencapai kepuasan (orgasme), dan juga merasa tidak berguna dan tidak menghasilkan sesuatu, merasa memberatkan keluarga dan orang lain.
 Perubahan fisik
Pada perubahan fisik seorang wanita mengalami perubahan kulit. Lemak bawah kulit menghilang sehingga kulit mengendor, sehingga jatuh dan lembek. Kulit mudah terbakar sinar matahari dan menimbulkan pigmentasi dan menjadi hitam. Pada kulit tumbuh bintik hitam, kelenjar kulit kurang berfungsi sehingga kulit menjadi kering dan keriput.
Karena menurunnya estrogen dapat menimbulkan perubahan kerja usus menjadi lambat, dan mereabsorpsi sari makanan makin berkurang. Kerja usus halus yang semakin berkurang maka akan menimbulkan gangguan buang air besar berupa obstipasi(bentuk konstipasi parah dimana biasanya disebabkan oleh terhalangnya pergerakan feses dalam usus/adanya obstruksi usus).
Perubahan yang terjadi pada alat genetalia meliputi liang senggama terasa kering, lapisan sel liang senggama menipis yang menyebabkan mudah terjadi infeksi kandung kemih dan liang senggama. Daerah sensitif makin sulit untuk dirangsang. Saat berhubungan seksual dapat menjadi nyeri.
Perubahan pada tulang terjadi oleh karena kombinasi rendahnya hormon paratiroid. Tulang mengalami pengapuran, artinya kalium menurun sehingga tulang keropos dan mudah terjadi patah tulang terutama terjadi pada persendian paha.
 Perubahan Organ Reproduksi
a. Uterus (kandungan)
Uterus mengecil , selain disebabkan atrofi endometrium juga disebabkan hilangnya cairan dan perubahan bentuk jaringan ikat intertesial. Serabut otot miometrium menebal, pembuluh darah miometrium menebal dan menonjol.
b. Tuba Falopii (saluran Telur)
Lipatan – lipatan tuba menjadi lebih pendek, menipis dan mengkerut, endosalpingo menipis mendatar dan silia menghilang.
c. Serviks (mulut rahim)
Serviks akan mengkerut sampai terselubung oleh dinding vagina, kripta servikal menjadi atropik, kanalis servikalis memendek, sehingga menyerupai ukuran serviks fundus saat masa adolesen.
d. Vagina
Terjadinya penipisan vagina menyebabkan hilangnya rugae, berkurangnya vaskularisasi, elastistik yang berkurang, sekret vagina menjadi encer, indeks kario piknotik menurun. pH vagina meningkat karena terhambatnya pertumbuhan basil Donderlein yang menyebabkan glikogen seluler meningkat, sehingga memudahkan terjadinya infeksi.
Uretra ikut memendek dengan pengerutan vagina, sehingga meatus eksternus melemah timbul uretritis dan pembentukkan karankula.
e. Dasar pinggul
Kekuatan dan elastistik menghilang, karena atrofi dan lemahnya daya sokong disebabkan prolapsus utero vaginal.
f. Perineum dan Anus
Lemak subcutan menghilang, atrofi otot sekitarnya menghilang yang menyebabkan tonus spincter melemah dan menghilang. Sering terjadi inkontinensia alvi vagina.

g. Vesica Urinaria
Tampak aktivitas kendali spincter dan detrusor hilang, sehingga sering kencing tanpa sadar.
h. Kelenjar payudara
Diserapnya lemak subcutan , atrofi jaringan parenkim, lobulus menciut, stroma jaringan ikat fibrosa menebal. Puting susu mengecil kurang erektil , pigmentasi berkurang , sehingga payudara menjadi datar dan mengendor.
2.3 Masalah yang timbul pada Klimakterium dan Menopause
2.3.1 Masalah yang timbul secara fisik
Ketika seseorang memasuki masa menopause, fisik mengalami ketidaknyamanan seperti rasa kaku dan linu yang dapat terjadi secara tiba-tiba di sekujur tubuh, misalnya pada kepala, leher dan dada bagian atas. Kadang-kadang rasa kaku ini dapat diikuti dengan rasa panas atau dingin, pening, kelelahan, jengkel, resah, cepat marah, dan berdebar-debar (Hurlock, 1992). Beberapa keluhan fisik yang merupakan tanda dan gejala dari menopause yaitu:
1. Ketidakterturan siklus haid
Tanda paling umum adalah fluktuasi dalam siklus haid, kadang kala haid muncul tepat waktu, tetapi tidak pada siklus berikutnya. Ketidakteraturan ini sering disertai dengan jumlah darah yang sangat banyak, tidak seperti volume pendarahan haid yang normal. Keadaan ini sering mengesalkan wanita karena ia harus beberapa kali mengganti pembalut yang dipakainya. Normalnya haid akan berakhir setelah tiga sampai empat hari, namun dapat berakhir setelah satu minggu.Perdarahan disini adalah perdarahan yang keluar dari vagina. Tidak seperti menstruasi yang datangnya teratur, perdarahan yang terjadi pada wanita menopause tidak teratur. Gejala ini terutama muncul pada saat permulaan menopause. Perdarahan akan muncul beberapa kali dalam rentang beberapa bulan untuk kemudian berhenti sama sekali. Karena munculnya pada masa awal menopause, gejala ini sering disebut gejala peralihan.


2. Gejolak rasa panas
Arus panas biasanya timbul pada saat darah haid mulai berkurang dan berlangsung sampai haid benar-benar berhenti. Sheldon H.C (dalam Rosetta Reitz, 1979) mengatakan “ kira-kira 60% wanita mengalami arus panas”. Arus panas ini disertai oleh rasa menggelitik disekitar jari-jari, kaki maupun tangan serta pada kepala, atau bahkan timbul secara menyeluruh. Munculnya hot flashes ini sering diawali pada daerah dada, leher atau wajah dan menjalar ke beberapa daerah tubuh yang lain. Hal ini berlangsung selama dua sampai tiga menit yang disertai pula oleh keringat yang banyak. Ketika terjadi pada malam hari, keringat ini dapat menggangu tidur dan bila hal ini sering terjadi akan menimbulkan rasa letih yang serius bahkan menjadi depresi.
Intensitas kilas panas berbeda-beda dan umumnya bertahan antara 30 detik hingga 10 menit. Anda bisa mengatasi masalah ini dengan mengenakan pakaian tipis, menggunakan kipas angin, olahraga teratur, menghindari makanan pedas dan panas, serta mengontrol stres.
 Cara Mengatasi
Black Cohosh: Bantu redakan kilas panas (hot flashes)
Black cohosh merupakan salah satu suplemen untuk meredakan gelaja menopause yang paling banyak diminati di Amerika Serikat. Suplemen ini terbuat dari tanaman black cohosh yang hidup di Amerika Utara. Beberapa studi telah menemukan bahwa suplemen ini sangat membantu, khususnya meredakan gejala hot flashes. Tapi, ada juga studi yang tidak menemukan adanya manfaat. Obat ini sebaiknya dihindari jika Anda mengalami masalah hati. Langkah amannya, berkonsultasilah dengan dokter sebelum menggunakan.

3. Kekeringan Vagina
Kekeringan vagina terjadi karena leher rahim sedikit sekali mensekresikan lendir. Penyebabnya adalah kekurangan estrogen yang menyebabkan liang vagina menjadi lebih tipis, lebih kering dan kurang elastis. Alat kelamin mulai mengerut, liang senggama kering sehingga menimbulkan nyeri pada saat senggama, keputihan, rasa sakit pada saat kencing. Keadaan ini membuat hubungan seksual akan terasa sakit. Keadaan ini sering kali menimbulkan keluhan pada wanita bahwa frekuensi buang air kecilnya meningkat dan tidak dapat menahan kencing terutama pada saat batuk, bersin, tertawa atau orgasme.
4. Gejala perkemihan
Perubahan yang terjadi pada lapisan vagina juga terjadi pada saluran urethra. Urethra adalah saluran yang menyalurkan air seni dari kandung kemih ke luar tubuh. Saluran urethra juga akan mengering, menipis dan berkurang keelastisannya akibat dari penurunan kadar estrogen. Perubahan ini akan menyebabkan wanita menopause rentan terkena infeksi saluran kencing, selalu ingin kencing dan ngompol.
5. Perubahan Kulit
Estrogen berperan dalam menjaga elastisitas kulit, ketika menstruasi berhenti maka kulit akan terasa lebih tipis, kurang elastis terutama pada daerah sekitar wajah, leher dan lengan. Kulit di bagian bawah mata menjadi mengembung seperti kantong, dan lingkaran hitam dibagian ini menjadi lebih permanen dan jelas (Hurlock, 1992).

6. Keringat di Malam Hari

Berkeringat malam hari, bangun bersimbah peluh. Sehingga perlu mengganti pakaian dimalam hari. Berkeringat malam hari tidak saja menggangu tidur melainkan juga teman atau pasangan tidur. Akibatnya diantara keduanya merasa lelah dan lebih mudah tersinggung, karena tidak dapat tidur nyenyak.
 Cara Mengatasi
Biji rami: Kurangi keringat di malam hari. Biji rami dan minyak biji rami bisa membantu perempuan dengan gejala menopause ringan. Sebuah studi, seperti dikutip situs webmd.com, menemukan, biji rami mengurangi kilas panas sebanyak 35 persen dan keringat di malam hari hingga 44 persen. Tapi, tidak semua studi menunjukkan manfaat ini.


7. Sulit Tidur
Insomnia (sulit tidur) lazim terjadi pada waktu menopause, tetapi hal ini mungkin ada kaitannya dengan rasa tegang akibat berkeringat malam hari, wajah memerah dan perubahan yang lain.

8. Perubahan Pada Mulut
Pada saat ini kemampuan mengecap pada wanita berubah menjadi kurang peka, sementara yang lain mengalami gangguan gusi dan gigi menjadi lebih mudah tanggal.

9. Kerapuhan Tulang
Rendahnya kadar estrogen merupakan penyebab proses osteoporosis (kerapuhan tulang). Osteoporosis merupakan penyakit kerangka yang paling umum dan merupakan persoalan bagi yang telah berumur, paling banyak menyerang wanita yang telah menopause. Biasanya kita kehilangan 1% tulang dalam setahun akibat proses penuaan (mungkin ini yang menyebabkan nyeri persendian), tetapi kadang setelah menopause kita kehilangan 2% setahunnya. John Hutton (1984:35) memperkirakan sekitar 25% wanita kehilangan tulang lebih cepat daripada proses menua. Menurunnya kadar estrogen akan diikuti dengan penurunan penyerapan kalsium yang terdapat dalam makanan. Kekurangan kalsium ini oleh tubuh diatasi dengan menyerap kembali kalsium yang terdapat dalam tulang, dan akibatnya tulang menjadi keropos dan rapuh
 Cara Mengatasi
.Kalsium: Cegah penurunan kepadatan tulang. Penurunan kepadatan tulang merupakan salah stau masalah serius begitu kadar hormon menurun setelah menopause. Karena itu, sangat penting untuk memenuhi kebutuhan kalsium. Perempuan di bawah usia 50 memerlukan 1.000 miligram kalsium sehari. Setelah usia 50, perempuan memerlukan 1.200 miligram sehari.
Tips: Daripada mengkonsumsi suplemen kalsium dosis besar, ada baiknya menggunakan dosis lebih kecil dua hingga tiga kali sehari. Cara ini membantu tubuh menyerap lebih baik.
Vitamin D: Pastikan mendapatkan cukup paparan matahari
Vitamin D sama pentingnya dengan kalsium dalam menjaga kesehatan tulang. Tanpa vitamin D, tubuh Anda tidak bisa menyerap kalsium. Vitamin ini bisa diperoleh dari makanan dan suplemen. Tapi, Anda bisa menggunakan sumber lainnya, matahari.

Tips: Pastikan mendapatkan 10 hingga 15 menit paparan sinar matahari pagi. Cara ini bisa membantu Anda memenuhi kebutuhan vitamin D harian.

10. Badan Menjadi Gemuk
Banyak wanita yang menjadi gemuk selama menopause. Rasa letih yang biasanya dialami pada masa menopause, diperburuk dengan perilaku makan yang sembarangan. Banyak wanita yang bertambah berat badannya pada masa menopause, hal ini disebabkan oleh faktor makanan ditambah lagi karena kurang berolahraga.

11. Penyakit
Ada beberapa penyakit yang seringkali dialami oleh wanita menopause. Dari sudut pandang medik ada 2 (dua) perubahan paling penting yang terjadi pada waktu menopause yaitu meningkatnya kemungkinan terjadi penyakit jantung, pembuluh darah serta hilangnya mineral dan protein di dalam tulang (osteoporosis). Penyakit jantung dan pembuluh darah dapat menimbulkan gangguan seperti stroke atau serangan jantung. Selain itu penyakit kanker juga lebih sering terjadi pada orang yang berusia lanjut. Semakin lama kehidupan maka semakin besar kemungkinan penyakit itu menyerang. Misalnya kanker payudara, kanker rahim dan kanker ovarium. Kanker payudara lebih umum terjadi pada wanita yang telah melampaui masa menopause.
Kanker rahim adalah istilah luas untuk kanker yang terjadi di rahim, ada dua bagian rahim yang dapat menjadi tempat bermulanya kanker. Yang pertama adalah serviks, kanker ini terutama berjangkit pada wanita berusia diatas 30 tahun. Gejala yang harus diperhatikan adalah pendarahan vagina setelah persetubuhan, pergetahan vagina yang tidak biasa dan noda diantara haid. Sementara kanker endometrium terutama menyerang wanita diatas usia 45 tahun, yang paling menanggung resiko adalah yang pernah mendapat haid agak lambat, dan yang mempunyai kombinasi antara tekanan darah tinggi, diabetes, dan berat tubuh berlebih. Gejalanya adalah pendarahan tak normal, pendarahan antara haid, keluaran darah yang lebih lama atau lebih kental dibandingkan biasanya, dan pendarahan haid terakhir dalam menopause.

2.3.2 Masalah yang timbul secara psikologis

Aspek psikologis yang terjadi pada lansia atau wanita menopause amat penting peranan dalam kehidupan sosial lansia terutama dalam menghadapi masalah-masalah yang berkaitan dengan pensiun, hilangnya jabatan atau pekerjaan yang sebelumnya sangat menjadi kebanggaan bagi lansia tersebut. Berbicara tentang aspek psikologis lansia dalam pendekatan eklektik holistik, sebenarnya tidak dapat dipisahkan antara aspek organ-biologis, psikologis, sosial, budaya dan spiritual dalam kehidupan lansia.
Beberapa gejala psikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, tegang (tension), cemas dan depresi. Ada juga lansia yang kehilangan harga diri karena menurunnya daya tarik fisik dan seksual, mereka merasa tidak dibutuhkan oleh suami dan anak-anak mereka, serta merasa kehilangan femininitas karena fungsi reproduksi yang hilang. Beberapa keluhan psikologis yang merupakan tanda dan gejala dari menopause yaitu:
1. Ingatan Menurun
Gelaja ini terlihat bahwa sebelum menopause wanita dapat mengingat dengan mudah, namun sesudah mengalami menopause terjadi kemunduran dalam mengingat, bahkan sering lupa pada hal-hal yang sederhana, padahal sebelumnya secara otomatis langsung ingat.
2. Kecemasan
Banyak ibu-ibu yang mengeluh bahwa setelah menopause dan lansia merasa menjadi pencemas. Kecemasan yang timbul sering dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Misalnya kalau dulu biasa pergi sendirian ke luar kota sendiri, namun sekarang merasa cemas dan khawatir, hal itu sering juga diperkuat oleh larangan dari ana-anaknya. Kecemasan pada ibu-ibu lansia yang telah menopause umumnya bersifat relatif, artinya ada orang yang cemas dan dapat tenang kembali, setelah mendapatkan semangat atau dukungan dari orang di sekitarnya, namun ada juga yang terus-menerus cemas, meskipun orang-orang disekitarnya telah memberi dukungan. Akan tetapi banyak juga ibu-ibu yang mengalami menopause namun tidak mengalami perubahan yang berarti dalam kehidupannya. Menopause rupanya mirip atau sama juga dengan masa pubertas yang dialami seorang remaja sebagai awal berfungsinya alat-alat reproduksi, dimana ada remaja yang cemas, ada yang khawatir namun ada juga yang biasa-biasa sehingga tidak menimbulkan gejolak.
Adapun simptom-simptom psikologis adanya kecemasan bila ditinjau dari beberapa aspek, menurut Blackburn and Davidson (1990 :9) adalah sebagai berikut :
• Suasana hati yaitu keadaan yang menunjukkan ketidaktenangan psikis, seperti: mudah marah, perasaan sangat egang.
• Pikiran yaitu keadaan pikiran yang tidak menentu, seperti: khawatir, sukar konsentrasi, pikiran kosong, membesar-besarkan ancaman, memandang diri sebagai sangat sensitif, merasa tidak berdaya.
• Motivasi yaitu dorongan untuk mencapai sesuatu, seperti : menghindari situasi, ketergantungan yang tinggi, ingin melarikan diri, lari dari kenyataan.
• Perilaku gelisah yaitu keadaan diri yang tidak terkendali seperti : gugup, kewaspadaan yang berlebihan, sangat sensitif dan agitasi.
• Reaksi-reaksi biologis yang tidak terkendali, seperti : berkeringat, gemetar, pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering.
Gangguan kecemasan dianggap berasal dari suatu mekanisme pertahanan diri yang dipilih secara alamiah oleh makhluk hidup bila menghadapi sesuatu yang mengancam dan berbahaya. Kecemasan yang dialami dalam situasi semacam itu memberi isyarat kepada makhluk hidup agar melakukan tindakan mempertahankan diri untuk menghindari atau mengurangi bahaya atau ancaman.
Menjadi cemas pada tingkat tertentu dapat dianggap sebagai bagian dari respon normal untuk mengatasi masalah sehari-hari. Bagaimana juga, bila kecemasan ini berlebihan dan tidak sebanding dengan suatu situasi, hal itu dianggap sebagai hambatan dan dikenal sebagai masalah klinis.
3. Mudah Tersinggung
Gejala ini lebih mudah terlihat dibandingkan kecemasan. Wanita lebih mudah tersinggung dan marah terhadap sesuatu yang sebelumnya dianggap tidak menggangu. Ini mungkin disebabkan dengan datangnya menopause maka wanita menjadi sangat menyadari proses mana yang sedang berlangsung dalam dirinya. Perasaannya menjadi sangat sensitif terhadap sikap dan perilaku orang-orang di sekitarnya, terutama jika sikap dan perilaku tersebut dipersepsikan sebagai menyinggung proses penerimaan yang sedang terjadi dalam dirinya.
4. Stress
Tidak ada orang yang bisa lepas sama sekali dari rasa was-was dan cemas, termasuk para lansia menopause. Ketegangan perasaan atau stress selalu beredar dalam lingkungan pekerjaan, pergaulan sosial, kehidupan rumah tangga dan bahkan menyelusup ke dalam tidur. Kalau tidak ditanggulangi stress dapat menyita energi, mengurangi produktivitas kerja dan menurunkan kekebalan terhadap penyakit, artinya kalau dibiarkan dapat menggerogoti tubuh secara diam-diam.
Namun demikian stress tidak hanya memberikan dampak negatif, tapi bisa juga memberikan dampak positif. Apakah kemudian dampak itu positif atau negatif, tergantung pada bagaimana individu memandang dan mengendalikannya. Stress adalah suatu keadaan atau tantangan yang kapasitasnya diluar kemampuan seseorang oleh karena itu, stress sangat individual sifatnya.
Respon orang terhadap sumber stress sangat beragam, suatu rentang waktu bisa tiba-tiba jadi pencetus stress yang temporer. Stress dapat juga bersifat kronis misalnya konflik keluarga. Reaksi kita terhadap pencetus stress dapat digolongkan dalam dua kategori psikologis dan fisiologis.
Di tingkat psikologis, respon orang terhadap sumber stress tidak bisa diramalkan, sebagaimana perbedaan suasana hati dan emosi kita dapat menimbulkan beragam reaksi, mulai dari hanya ekspresi marah sampai akhirnya ke hal-hal lain yang lebih sulit untuk dikendalikan. Di tingkat psikologis, respon orang terhadap sumber stress ini tergantung pada beberapa faktor, termasuk keadaan emosi pada saat itu dan sikap orang itu dalam menanggapi stress tersebut.
5. Depresi
Dari penelitian-penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan Eropa diperkirakan 9% s/d 26% wanita dan 5% s/d 12% pria pernah menderita penyakit depresi yang gawat di dalam kehidupan mereka. Setiap saat, diperkirakan bahwa 4,5% s/d 9,3% wanita dan 2,3% s/d 3,2% pria akan menderita karena gangguan ini. Dengan demikian secara kasar dapat dikatakan bahwa wanita dua kali lebih besar kemungkinan akan menderita depresi daripada pria.
Wanita yang mengalami depresi sering merasa sedih, karena kehilangan kemampuan untuk bereproduksi, sedih karena kehilangan kesempatan untuk memiliki anak, sedih karena kehilangan daya tarik. Wanita merasa tertekan karena kehilangan seluruh perannya sebagai wanita dan harus menghadapi masa tuanya.
Depresi dapat menyerang wanita untuk satu kali, kadang-kadang depresi merupakan respon terhadap perubahan sosial dan fisik yang sering kali dialami dalam fase kehidupan tertentu, akan tetapi beberapa wanita mungkin mengembangkan rasa depresi yang dalam yang tidak sesuai atau proporsional dengan lingkungan pribadi mereka dan mungkin sulit dihindarkan.
Simpton-simpton psikologis adanya depresi bila ditinjau dari beberapa aspek, menurut Marie Blakburn dan Kate Davidson (1990:5) adalah sebagai berikut :
• Suasana hati, ditandai dengan kesedihan, kecemasan, mudah marah.
• Berpikir, ditandai dengan mudah hilang konsentrasi, lambat dan kacau dalam berpikir, menyalahkan diri sendiri, ragu-ragu, harga diri rendah.
• Motivasi, ditandai dengan kurang minat bekerja dan menekuni hobi, menghindari kegiatan kerja dan sosial, ingin melarikan diri, ketergantungan tinggi pada orang lain.
• Perilaku gelisah terlihat dari gerakan yang lamban, sering mondar-mandir, menangis, mengeluh.
• Simptom biologis, ditandai dengan hilang nafsu makan atau nafsu makan bertambah, hilang hasrat sesksual, tidur terganggu, gelisah.
Mungkin masih ada gejala-gejala fisik maupun psikologis lain yang menyertai menopause. Gejala-gejala tersebut diatas sangat perlu dipahami supaya tidak terjadi kesalahpahaman dalam memperlakukan para lansia. Dengan memahami gejala tersebut diharapkan lansia dapat mengerti apa yang sedang terjadi dalam diri mereka. Selain itu pihak keluarga pun diharapkan dapat merespon secara tepat sehingga tidak membuat lansia merasa dikucilkan atau disia-siakan. Mari kita bantu para lansia kita dengan memahami berbagai gejala fisik maupun psikologis sehingga tahu bagaimana cara terbaik untuk membantu mereka.
2.3.3 Beberapa Suplemen Atasai Efek Menopause
1. Ubi liar (wild yam): Pengganti hormon pil dan krim yang terbuat dari jenis ubi liar tertentu, banyak digunakan oleh perempuan menopause sebagai pengganti hormon. Beberapa komponen alami dalam ubi liar ini terlihat sama dengan estrogen dan progesteron. Tapi sejauh ini, studi-studi klinis belum menemukan bukti bahwa suplemen ini meredakan gejala menopause.
2. Ginseng: Perbaiki suasana hati (mood). Beberapa studi menemukan adanya bukti bahwa ginseng bisa memperbaiki kualitas kehidupan selama menopause. Ginseng terbukti bisa meningkatkan mood dan memperbaiki tidur. Tapi sejauh ini, studi-studi belum menemukan bahwa ginseng bisa meredakan gejala fisik menopause, seperti kilas panas (hot flash).
3. DHEA: Hormon untuk tetap muda Setelah usia 30, kadar hormon alami DHEA dalam tubuh akan menurun Beberapa studi kecil telah menemukan bahwa suplemen bisa membantu gejala menopause seperti penurunan libido dan kilas panas (hot flash). Bukti yang ada masih beragam. Studi lain tidak menemukan adanya manfaat. Ada juga kecemasan bahwa penggunaan DHEA jangka panjang atau dalam dosis tinggi bisa meningkatkan risiko kanker payudara .
4. Sage
Komponen dalam sage mempunyai efek menyerupai estrogen. Jadi, sage kemungkinan bisa membantu meredakan gejala menopause. Studi pendahuluan menunjukkan hasil yang menjanjikan. Tapi, masih diperlukan studi lebih lanjut untuk memastikan efektifitas dan keamanannya.
5. Dong quai. Dalam sistem pengobatan tradisional China, dong quai telah digunakan untuk mengatasi gangguan kesehatan perempuan selama ribuan tahun. Akan tetapi, penelitian belum menemukan bukti untuk mendukung penggunaan herbal ini. Karena dong quai kemungkinan mempunyai efek samping, ada baiknya berkonsultasi dengan dokter sebelum mulai menggunakan.
6. Kedelai
Sejumlah studi menemukan bahwa kacang kedelai bisa mengurangi gejala kilas panas (hot flash). Sebuah studi menemukan, ekstrak kedelai bekerja sama baiknya dengan satu tipe terapi hormon.
2.4 Dampak negatif yang terjadi akibat Menopause
2.4.1 Dampak jangka pendek dapat berupa:
a. Rasa panas di dada yang menjalar kearah wajah. Gejala ini sering timbul pada malam hari, sehingga menyebabkan terbangun dari tidur. Gejala ini hanya terjadi dalam hitungan menit tapi kadang-kadang dapat sampai 1 jam. Pada saat terjadi gejolak panas, warna kulit menjadi kemerahan di daerah dada, leher, wajah, dan terasa sedikit hanyaat pada perabaan. Gejala ini akan berkurang bila udara dinggin, sedangkan dalam keadaan stress psikis akan timbul lebih sering dan sangat mengganggu. Rasa panas ini akan semakin berkurang dan menghilang setelah 4-5 tahun pasca menopause.
b. Gangguan psikologis: Penurunan hormon estrogen pada wanita juga dapat mengakibatkan gangguan psikologis berupa depresi, mudah tersinggung, mudah marah, kurang percaya diri, sukar berkonsentrasi, perubahan prilaku, menurunnya daya ingat dan menurunyya gairah seksual.
c. Kelainan kulit, rambut, gigi dan keluhan sendi/tulang: Kehilangan jaringan penunjang atau kolagen pada wanita menopause akan menyebabkan kulit menjasi tipis, kering dan keriput, rambut tipis dan kering serta mudah rontok, gigi mudah goyang dan gusi mudah berdarah, bibir menjadi pecah-pecah dan rasa sakit dan rasa ngilu pada daerah persendian.
d. Gangguan mata: Mata terasa kering dan kadang terasa gatal karena produksi air mata berkurang.
e. Gangguan saluran kemih dan alat kelamin: Wanita menopause antara lain sering tidak dapat menahan kencing dan mudah menderita saluran kencing vagina akan terasa kering, gatal, mudah luka, sering keputihan, nyeri pada senggama atau perdarahan pasca senggama.
2.4.2 Dampak jangka panjang, antaralain:
a. Osteoporosis: Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang pada wanita akibat penurunan kadar hormon estrogen sehingga tulang dapat mudah menjadi rapuh dan mudah patah. Umumnya osteoporosis terjadi pada tulang yang berongga, yaitu tulang belakang, leher, paha, panggul, dan lengan bawah. Osteoporosis dapat dipercepat oleh kekurangan kalsium, sinar matahari, aktivitas fisik dan olahraga, kurang gizi, kelainan kelenjar gondok (hipertiroid), merokok , minum alkohol dan penggunaan kortikoseroid misalnya pada penderita asma , lupus.
Perempuan di bawah usia 50 tahun memerlukan 1.000 miligram kalsium sehari. Setelah usia 50 tahun, perempuan memerlukan 1.200 miligram sehari.
b. Penyakit jantung koroner:Kadar estrogen yang cukup, mampu melindungi wanita dari penyakit jantung koroner. Berkurangnya hormon estrogen dapat menurunkan kadar kolesterol baik (HDL), yang meningkatkan kejadian penyakit jantung koroner pada wanita
c. Kepikunan (Dimensia Tipe Alzheimer): Kekurangan hormon estrogen juga mempengaruhi susunan saraf pusat/otak. Penurunan hormon estrogen menyebabkan kesulitan berkonsentrasi, kehilangan ingatan, akan peristiwa jangka pendek, sukar tidur, gelisah, depresi, sampai pada kepikunan tipe Alzheimer. Penyakit kepikunan Alzheimer dapat terjadi apabila kekuranngan estrogen sudah berlangsung cukup lama dan berat, yang dipengaruhi oleh faktor keturunan serta proses penuaan.
Gejala-gejala Demensia Alzheimer sendiri meliputi gejala yang ringan sampai berat. Sepuluh tanda-tanda adanya Demensia Alzheimer adalah :
• Gangguan memori yang mempengaruhi keterampilan pekerjaan
• Kesulitan melakukan tugas yang biasa dilakukan
• Kesulitan bicara dan berbahasa
• Disorientasi waktu, tempat dan orang
• Kesulitan mengambil keputusan yang tepat
• Kesulitan berpikir abstrak
• Salah meletakkan barang
• Perubahan mood dan perilaku
• Perubahan kepribadian
• Hilangnya minat dan inisiatif
2.5 Upaya pencegahan terhadap keluhan/masalah kliamkterium dan menopause yang dapat dilakukan tingkat pelayanan dasar antara lain :
a. Pemeriksaan alat kelamin: Pemeriksaan alat kelamin wanita bagian luar, liang rahim dan leher rahim untuk melihat kelainan yang mungkin ada, misalnya lecet, keputihan, pertumbuhan abnormal seperti benjolan atau tanda radang.
b. Pap Smear : Pemeriksaan ini dapat dilakukan setahun sekali untuk melihat adanya tanda radang dan deteksi bagi kemungkinan adanya kanker pada saluran reproduksi. Dengan demikian pengobatan terhadap adanya kelainan dapat segera dilakukan.
c. Perabaan payudara : Ketidakseimbangan hormon yang terjadi akibat penurunan kadar hormon estrogen, dapat menimbulkan pembesaran atau tumor payudara. Hal ini juga dapat terjadi pada pemberian hormon pengganti untuk mengatasi masalah kesehatan akibat monopause. Perabaan payudara sendiri atau yang disebut SADARI (Periksa payudara sendiri) dapat dilakukan secara teratur untuk menemukan tumor payudara sedini mungkin.



d. Penggunaan bahan makanan yang mengandung unsur fitoestrogen :
Baru-baru ini, fitoestrogen banyak disebut sebagai alternatif terapi pengganti hormon estrogen. Apa itu fitoestrogen? Fitoestrogen merupakan estrogen alami dari tumbuh-tumbuhan yang memiliki khasiat sebagai estrogen. Khasiat estrogen ini dapat terjadi karena fitoestrogen mempunyai dua gugus –OH/hidroksil yang berjarak 11,0 – 11,5 Angstrom pada intinya, sama persis dengan inti estrogen sendiri.
Para ahli sepakat bahwa jarak 11 Angstrom ini menjadi struktur pokok suatu substrat agar mempunyai efek estrogenick Walaupun fitoestrogen dapat mengikat reseptor estrogen, efek estrogenik yang ditimbulkan lebih lemah disbanding estrogen. Akan tetapi fitoestrogen tetap dapat menimbulkan respons maksimal jika dosisnya dinaikkan cukup tinggi.
Penelitian untuk mendukung fakta ini telah dilakukan dengan menggunakan bahan pangan seperti keledai. Hasilnya, wanita Asia yang telah mengalami menopause dan mengkonsumsi banyak kedelai ternyata mengalami sedikit gejala hot flushes, termasuk angka kejadian kanker payudara yang rendah.
Dimana memperoleh fitoestrogen?
Beberapa senyawa fitoestrogen, diketahui banyak terdapat dalam tanaman, antara lain :
-Isoflavon: Banyak terdapat pada kacang kedelai atau soybeans (termasuk produk olahan, seperti;tempe, tahu, tauco), buah-buahan dan teh hijau.
-Triterpene glycoside: Banyak ditemukan pada Black Cohosh (Cimicifuga racemosa), yang tumbuh di hutan Amerika Selatan dan sekarang telah berhasil diekstrasi dan dikemas menjadi produk obat untuk menopause.
-Lignans: Terdapat pada biji-bijian gandum maupun wijen
-Coumestans: Banyak terdapat pada kacang-kacangan, biji bunga matahari.
Kedelai sebagai fitoestrogen
Dari tanam-tanaman yang telah disebutkan diatas, kacang kedelai (soybeans) diketahui mengandung fitoestrogen dalam jumlah bermakna untuk pengobatan. Terbukti, pada masyarakat Jepang yang memiliki konsumsi produk kedelai 10 kali lipat dibanding penduduk AS, mereka memperlihatkan rendahnya angka kejadian penyakit, khususnya pada wanita menopause.
Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa fitoestrogen (dari kacang kedelai) dapat mengurangi hot flushes, memperbaiki profil lemak plasma, serta menghambat perkembangan arterosklerosis sehingga mencegah penyakit kardiovaskuler. Selain itu, fitoestrogen juga dapat menghambat pertumbuhan sel-sel tumor (kanker) pada payudara dan endometrium. Suatu efek yang menguntungkan bagi pengobatan menopause.
Kesimpulannya, konsumsi produk kedelai sangat bermanfaat dalam mengurangi berbagai gejala menopause sehingga kulit menjadi lebih lembab dan halus, payudara kencang, timbunan lemak di pinggul berkurang, hubungan seks pun menjadi lebih bergairah. Selain itu, konsumsi kedelai juga dapat mencegah osteoporosis dan penyakit kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah).

Pada akhirnya, menopause bukan lagi menjadi momok yang menakutkan bagi wanita, dengan catatan jangan tinggalkan pola hidup sehat.
e. Penggunaan bahan makanan sumber kalsium : Makanan yang mengandung kalsium antara lain susu, yoghurt, keju, teri, dll.
f. Alternatif lain pengobatan menopause : Mengingat banyaknya kendala dalam pemakaian TSH seperti takut terkena kanker payudara, harus digunakan jangka panjang, banyaknya efek samping dan harga yang relatif mahal maka perlu dicari alternatif lain sebagai penganti TSH yang dapat memenuhi kriteria alami, murah , berasal dari tanaman, efektif dan dapat diterima oleh wanita menopause. Alternatif lain itu adalah fitoestrogen. Fito artinya tanaman sedangkan estrogen maksudnya memiliki struktur kimia dan khasiat biologik menyerupai estrogen. Struktur kimia fitoestrogen sebagian besar bukan steroid sedangkan estrogen umumnya adalah steroid.
Selain itu pasien menolak menggunakan TSH karena takut timbul kanker payudara akibat estrogen.
2.6 Peran Bidan terhadap Menopause atau Klimakterium
Apa yang bisa dilakukan oleh tenaga kesehatan khususnya bidan terhadap usia menopause dan klimakterium? Sebagai seorang bidan yang berprofesi terhadap setiap siklus reproduksi wanita pada setiap jenjang usia, salah satunya usia menopause. Dalam menangani kasus menopause ini, bidan dapat melakukan komunikasi untuk memberikan konseling karena pada fase ini wanita juga mengalami perubahan fisiologis dan perubahan psikologis. Perubahan fisiologis yang dapat terjadi misalnya hot flash, keringat dingin, haid tidak teratur, dispareuni, jantung berdebar-debar, dan lain-lain. Adapun perubahan yang bersifat psikologis adalah kecemasan terhadap keluhan-keluhan yang dialami.
Pelaksanaan komunikasi pada wanita menopause dan klimakterium ini adalah:
1) Pemberian penjelasan tentang pengertian serta tanda-tanda menopause
2) Deteksi dini terhadap gangguan yang terjadi pada masa ini
3) Pemberian informasi tentang pelayanan kesehatan yang dapat dikunjungi
4) Membantu klien dalam pengambilan keputusan
5) Pemakaian alat bantu dalam emberian KIE
6) Melakukan komunikasi dengan pendekatan biologis, psikologis dan sosial budaya.
Prinsip komunikasi pada masa menopause adalah :
1) Fungsi kognitif terdiri dari: kemampuan belajar (learning), kemampuan pemahaman (comprehension), kinerja (performance), pemecahan masalah (problem solving), daya ingat (memory), motivasi, pengambilan keputusan, kebijaksanaan.
2) Fungsi afektif, fenomena kejiwaan yang dihayati secara subyektif sebagai sesuatu yang menimbulkan kesenangan atau kesedihan.
3) Fungsi konatif (psikomotor), fungsi psikis yang melaksanakan tindakan dari apa yang diolah melalui proses berpikir dan perasaan ataupun keduanya.
2.7 Pengertian Andropause
Keadaan pada laki-laki, biasanya terjadi pada usia 55 tahun ke atas, akibat penurunan secara perlahahn kadar hormon testosteron, androgen (DHEA, dehidro-epiandrosteron), hormon pertumbuhan, melatonin, dll. Andropause ini terjadi secara perlahan dan pada usia yang lebih lanjut dibanding pada perempuan.
Andropause berasal dari 2 kata,yaitu andro dan pause. Andro berarti pria, sedangkan pause berarti penghentian/stop. Ada juga yang beranggapa bahwa andropause adalah saat dimana hormon andropause yang ada di pria jumlahnya semakin menurun. Jadi secara harfiah andropause adalah berhentinya fungsi fisiologis pada pria.Berbeda dengan wanita yang mengalami menopause, dimana produksi ovum, produksi hormon estrogen dan siklus haid yang akan berhenti dengan cara yang relatif mendadak, pada pria penurunan produksi spermatozoa, hormon testosteron dan hormon – hormon lainnya sedemikian perlahan.
Andropause adalah sindroma klinik yang ditandai dengan perubahan fisik dan emosional yang dihubungkan dengan menurunnya kadar hormon, seperti hormon pertumbuhan, dan khususnya hormon testosteron dalam konsentrasi yang bermakna. Dengan demikian, fungsi seksual maupun fertilitas (kesuburan) tidak berhenti sama sekali pada laki-laki yang mengalami gejala andropause, namun terjadi penurunan secara bertahap.
andropause terjadi perlahan-lahan dan mulainya sangat bervariasi. Ada yang mulai di usia 40-an, 50-an, 60-an, bahkan setelah 65 tahun.
2.8 Mekanisme terjadinya Andropause
Mekanisme terjadinya andropause adalah karena menurunnya fungsi dari sistem reproduksi pria, yang selanjutnya menyebabkan penurunan kadar testosteron sampai dengan dibawah angka normal. Hormon yang turun pada andropause ternyata tidak hanya testosteron saja, melainkan penurunan multi hormonal yaitu penurunan hormon DHEA, DHEAS, Melantonin, Growth Hormon, dan IGFs (Insulin like growth factors). Oleh karena itulah banyak pakar yang menyebut andropause dengan sebutan lain seperti Adrenopause (deficiency DHEA/DHEAS), Somatopause ( deficiency GH/Insulin like Growth Factor), PTDAM (Partial Testosteron Deficiency in Aging Male), PADAM (Partial Androgen deficiency in Aging Male), Viropause, Climacterium pada pria, dsb.
2.9 Penyebab Andropause
Penurunan hormon pada andropause terjadi secara perlahan sehingga sering kali tidak menimbulkan gejala. Keluhan baru timbul jika ada penyebab lain yang mempercepat penurunan hormon testosteron dan hormon-hormon lainnya.
Beberapa penyebab tersebut antara lain :
1. Faktor lingkungan
a. Bersifat fisik: bahan kimia yang bersifat estrogenik yang sering digunakan dalam bidang pertanian, pabrik dan rumah tangga.
b. Bersifat psikis:suasana lingkungan (tidak erotis), kebisingan dan perasaan tidak nyaman.
2. Faktor Organik (Perubahan hormonal)
Penyakit-penyakit tertentu dapat menyebabkan perubahan hormonal yang dapat mempercepat penurunan hormon testosteron dan hormon-hormon lainnya. Penyakit tersebut antara lain : diabetes mellitus (kencing manis), varikokel (pelebaran pembuluh darah testis), prostatitis kronis (Infeksi pada prostat), kolesterol yang tinggi, obesitas, atropi testis dsb.
3. Faktor Psikogenik
Penyebab psikogenik sering dianggap sebagai faktor timbulnya berbagai keluhan andropause setelah terjadi penurunan hormon testosteron.
2.10 Gejala Andropause
Kumpulan gejala dan tanda yang timbul pada andropause antara lain :

1. Gangguan vasomotor : tubuh terasa panas, berkeringat, insomnia, rasa gelisah dan takut.

2. Gangguan fungsi kognitif dan suasana hati: mudah lelah, menurunnya motivasi, berkurangnya ketajaman mental/institusi, keluhan depresi, hilangnya rasa percaya diri dan menghargai diri sendiri.
3. Gangguan virilitas: menurunnya kekuatan dan berkurangnya tenaga, menurunnya kekuatan dan massa otot, kehilangan rambut tubuh, penumpukan lemak pada daerah abdominal dan osteoporosis.
4. Gangguan seksual: menurunnya minat terhadap seksual/libido, perubahan tingkah laku dan aktifitas seksual, kualitas orgasme menurun, berkurangnya kemampuan ereksi / disfungsi ereksi / impotensi, berkurangnya kemampuan ejakulasi, dan menurunnya volume ejakulasi.
2.11 Dampak negatif (masalah kesehatan) akibat Andropause
Berkurang nya beberapa hormon tersebut, mengakibatkan beberapa keluhan:
1. Keluhan seksual : Kekurangan hormon testosteron akan mengurangi keinginan seksual (libido) dan gangguan ereksi pada laki-laki.
2. Penurunan kekuatan otot : Menurunnya beberapa hormon androgen pada laki-laki berakibat penurunan metabolisme protein, oksidasi lemak, penigkatan timbunan lemak, dan penurunan kekuatan otot. Akibatnya terjadi penurunan massa otot bila dibandingkan pada usia lebih muda.
3. Osteoporosis : Kejadian Osteoporosis pada laki-laki tidak sebanyak pada perempuan, karena massa tulang laki-laki lebih besar. Osteoporosis pada laki-laki dapat diperberat oleh penggunaan alkohol, kortikosteroid, faktor genetik, penuaan.
4. Kepikunan/demensia Alzheimer : Penurunan kadar testosteron pada laki-laki akan mempengaruhi daya ingat dan funsi kognitifnya. Pada kondisi yang berat akan terjadi gejala kepikunan hebat, yang disebut sebagai kepikunan Alzheimer
Demensia Alzheimer
Salah satu bentuk demensia akibat degenerasi otak yang sering ditemukan pada pasien lanjut usia yakni demensia alzheimer. Penyebab demensia alzheimer tak lain adalah penyakit alzheimer. Demensia alzheimer dikategorikan sebagai penyakit degeneratif otak yang progresif yang mematikan sel-sel otak sehingga mengakibatkan menurunnya daya ingat, kemampuan berpikir, dan perubahan perilaku.
“Demensia alzheimer adalah pembunuh otak karena penyakit ini mematikan fungsi sel-sel otak,” tegas dr. Samino, SpS (K), Ketua Umum Asosiasi Alzheimer Indonesia (AAzI) pada diskusi di Jakarta (6/8) dalam rangka menyongsong Hari Alzheimer Sedunia yang diperingati setiap tanggal 21 September. Tema Hari Alzheimer Sedunia tahun ini adalah “No Time To Lose”, yang artinya tidak ada waktu yang terbuang percuma bagi kaum lanjut usia.
Gejala dini demensia alzheimer antara lain gangguan memori yang mempengaruhi keterampilan pekerjaan; kesulitan melakukan tugas yang biasa dilakukan dan berbahasa; gangguan pengenalan waktu dan tempat; kesulitan mengambil keputusan yang tepat; kesulitan berpikir abstrak; salah meletakkan barang; perubahan mood dan tingkah laku; perubahan kepribadian serta kehilangan inisiatif.
Namun sayangnya, gejala dini demensia alzheimer sering terabaikan dan hanya dianggap sebagai gejala lanjut yang wajar seiring pertambahan usia atau terjadi salah diagnosis. Pasien juga seringkali kurang menaruh perhatian pada gejala yang timbul serta menyangkal kondisinya sendiri. Padahal, kegagalan mendiagnosis dini demensia alzheimer dapat mengakibatkan penanganan yang tidak tepat dan memberikan beban tambahan berupa beban ekonomi, sosial, dan emosi pada penderita dan keluarga..

2.12 Pengobatan
Pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi andropause adalah pemberian hormon testosteron, yang lebih dikenal sebagai pengobatan sulih hormon (hormone replacement therapy, HRT) dengan testosteron. Seperti halnya pengobatan sulih hormon estrogen pada wanita menopause, sulih hormon testosteron pada pria andropause juga efektif dan bermanfaat, serta tidak menimbulkan rasa sakit. Namun pengobatan ini tidak diberikan kepada semua pria, karena pada pria dengan gejala-gejala andropause, mungkin juga mengidap masalah kesehatan lain yang dapat menimbulkan gejala-gejala tersebut.
Terdapat beberapa keadaan yang tidak mengizinkan pria andropause diberikan pengobatan sulih hormon, yaitu:
o Kanker payudara (pada pria)
o Kanker prostat
Pada beberapa kasus lain, pengobatan sulih hormon ini bahkan mungkin tidak tepat. Bilamana terdapat keadaan berikut ini, pengobatan sulih hormon testosteron perlu dipertimbangkan apakah akan menjadi pilihan terbaik.
o Penyakit hati
o Penyakit jantung atau pembuluh darah
o Edema (pembengkakan muka, tangan, kaki, telapak kaki)
o Pembesaran prostat
o Penyakit ginjal
o Diabetes mellitus (penyakit gula, kencing manis)
Guna menentukan rencana pengobatan yang terbaik untuk Anda, dokter perlu diberitahukan apakah Anda:
o Pernah alergi terhadap androgen atau steroid anabolik
o Berencana memiliki anak lagi, karena dosis tinggi androgen dapat menyebabkan infertilitas.
o Menderita penyakit yang menyebabkan terpaksa di tempat tidur terus.
o Sedang meminum obat lainnya, terutama antikoagulasi (peluruh darah).
o Pengobatan sulih hormon testosteron dapat berupa pil atau kapsul yang diminum, suntikan, implan (susuk dalam tubuh), krim dan patch (tempelan di kulit). Sebelum pemberian obat, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui secara pasti kadar hormon masing-masing dalam tubuh, agar dokter dapat menentukan jenis pengobatan hormonal yang dibutuhkan, berikut dosisnya. Selama pengobatan, peran dokter sangat besar, karena pengobatan hormon sangat mungkin menimbulkan penyulit (komplikasi) yang merepotkan. Oleh karena itu, selama pengobatan periksa ke dokter secara teratur diperlukan untuk memantau perkembangan dan kesehatan Anda secara keseluruhan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum pengobatan sulih hormon testosteron:
1. Pemeriksaan fisik lengkap. Pria usia lanjut harus mempunyai indikasi jelas untuk diberikan testosteron.
2. Pemeriksaan laboratorium untuk profil lemak darah, hemoglobin, dan kadar hormon.
3. Penderita hipogonadisme yang diduga disebabkan oleh kelainan pada hipofisis/hipotalamus harus diperiksa menyeluruh.
4. Pemeriksaan fungsi hati.
5. Pemeriksaan colok dubur dan antigen spesifik-prostat (prostate specific antigen , PSA).
6. Penderita dengan gejala gangguan saluran kemih bawah tidak boleh diberikan pengobatan sulih hormon testosteron
7. Kanker prostat merupakan kontraindikasi mutlak untuk pemberian testosteron.
8. Pemberian testosteron dianjurkan dalam bentuk ester injeksi, oral, atau tempelan di kulit.
9. Respons klinis merupakan petunjuk terbaik untuk menentukan dosis yang dibutuhkan.

Manfaat pengobatan sulih hormon testosteron. Pengobatan ini bermanfaat untuk mengatasi gangguan fisik andropause akibat berkurangnya libido dan kemampuan ereksi. Dari beberapa kajian klinis pada pria dengan kadar testosteron rendah telah dilaporkan adanya tanggapan positif terhadap testosteron, yaitu;
o Emosi dan rasa penghargaan diri membaik
o Energi secara fisik dan mental meningkat
o Kemarahan, mudah tersinggung, kesedihan, kelelahan dan rasa gugup berkurang
o Kualitas tidur membaik
o Libido dan kemampuan seksual meningkat
o Massa tubuh meningkat, dan lemak berkurang
o Kekuatan otot bertambah (genggaman tangan, ekstremitas atas dan bawah)
o Penurunan risiko penyakit jantung
o Dengan pemberian testosteron diperoleh perubahan-perubahan berikut: perilaku membaik, harga diri dan percaya diri kembali, energi meningkat baik di rumah maupun di lingkungan sosial. Banyak pria yang merasa lebih kuat, selain itu terjadi peningkatan pada emosi, konsentrasi, pengenalan, libido, kegiatan seksual, dan secara keseluruhan merasa baik. Pengaruh ini biasanya dirasakan dalam kurun 3-6 minggu.
Manfaat lainnya adalah menjaga atau meningkatkan densitas tulang, meningkatkan komposisi tubuh, massa dan kekuatan otot, serta meningkatkan daya penglihatan-ruang.

2.13 Gejala-gejala

Penurunan kadar testosteron pada akhirnya akan terjadi pada semua pria, dan belum ada cara untuk menduga siapakah yang akan mengalami gejala-gejala andropause cukup parah sehingga perlu bantuan. Juga tidak dapat diduga pada usia berapakah gejala-gejala tersebut akan muncul pada individu tertentu. Gejala-gejala yang dialami setiap pria dapat berbeda-beda.
Beberapa gejala-gejala khas andropause adalah:
1. Penurunan libido (gairah seksual) dan impotensi (gagal ereksi)
2. Perubahan suasana hati (mood ), disertai penurunan aktivitas intelektual, kelelahan, depresi, dan mudah tersinggung
3. Menurunnya kekuatan otot dan massa otot
4. Lemah dan kurang energi
5. Perubahan emosional, psikologis dan perilaku (misalnya depresi)
6. Berkeringat dan gejolak panas di sekitar leher (hot flash ), yang terjadi secara bertahap
7. Pengecilan organ-organ seks dan kerontokan rambut di sekitar daerah kelamin dan ketiak
8. Peningkatan lemak di daerah perut dan atas tubuh
9. Osteoporosis (keropos tulang) dan nyeri punggung
10. Risiko penyakit jantung
Risiko osteoporosis
Pada individu yang sehat, jaringan tulang secara konstan rusak dan dibentuk kembali.Pada pasien osteoporosis, pembentukan kembali jaringan tulang tidak secepat jaringan tulang yang rusak sehingga lebih banyak jaringan tulang yang rusak dibanding yang terbentuk kembali.
Pada pria, testosteron juga berperan untuk menjaga keseimbangan otot dan tulang. Dengan bertambahnya usia dan menurunnya kadar testosteron, kemampuan pembentukan kembali jaringan tulang semakin menurun sehingga pria akan menunjukkan pola yang mirip pada risiko osteoporosis. Sekitar 1 dari 8 pria di atas usia 50 tahun menderita osteoporosis.
Selain itu, antara usia 40-70 tahun densitas tulang pria menurun hingga 15%. Densitas tulang yang rendah menyebabkan risiko patah tulang lebih sering, dan disertai nyeri. Pergelangan, pinggang, tulang punggung, dan tulang rusuk adalah bagian yang paling sering berisiko patah. Kejadian patah tulang pinggang pada pria usia lanjut meningkat eksponensial, sama seperti yang terjadi pada wanita. Pada pasien osteoporosis, patah tulang pinggang dapat membahayakan jiwa atau dapat menyebabkan 1/3 pasien tidak dapat bergerak lagi seperti semula.
Risiko penyakit jantung . Telah lama diketahui bahwa risiko pria terkena aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) cenderung meningkat setelah andropause. Fenomena yang hampir sama juga terjadi pada pria karena kadar testosteronnya menurun sejalan dengan proses penuaan. Meskipun penelitian yang dilakukan belum selengkap seperti yang dilakukan pada wanita, tetapi temuan klinis menunjukkan adanya hubungan antara kadar testosteron rendah dan peningkatan faktor risiko penyakit jantung pada pria. Hubungan sebab-akibatnya masih belum diketahui pada percobaan klinis dalam jumlah kasus yang besar dan masih diperlukan penelitian klinis lanjutan pada kajian bidang ini.

2.14 Menilai adanya Andropause
Digunakan 10 kriteria ADAM, yaitu :
1. Penurunan keinginan seksual (libido)
Hal ini karena dipengaruhi oleh hormon yaitu testoteron. Testosteron adalah salah satu hormon yang berkurang pada pria yang mengalami andropause. Seperti diketahui, aktivitas biologis testosteron bersifat androgenik (memberikan efek pada organ reproduksi) dan anabolik (efek pada organ somatik). Dengan begitu, maka penurunan kadar testosteron akan mempengaruhi semua metabolisme yang terkait, seperti otot, tulang, susunan syaraf pusat, prostat, sumsum tulang dan fungsi seksual.
2. Kekurangan tenaga/ lemah.
3. Penurunan kekuatan/ ketahanan otot
4. Penurunan tinggi badan
5. Berkurangnya “kenyamanan dan kesenangan” hidup
6. Sedih dan/atau sering marah tanpa sebab yang jelas.
7. Berkurangnya kemampuan ereksi
8. Kemunduran kemampuan olahraga
9. Tertidur setelah makan malam
10. Penurunan kemampuan bekerja
Jika ada keluhan nomor 1 dan 7, atau beberapa kombinasi 4 atau lebih keluhan, maka laki-laki dikatakan sudah mengalami andropause.
2.15 Gangguan Fungsi Seksual Pria
a. Somatopause
Somatopause adalah defisiensi Human Growth Hormone (HGH) dan Insuline Like Growth Hormone (IGF-1). Somatopause adalah fase kemerosotan usia pertengahan di dalam hidup manusia dimana terjadi pengurangan HGH, menyebabkan penurunan fungsi fisiologi yang jelas termasuk peningkatan lemak badan, kemerosotan daya tahan, warna kulit yang berbeda daripada sebelumnya, kemerosotan keinginan seksual, dan simptom-simptom lain yang lazim dikaitkan denga usia lanjut.
Menjelang usia 70 hingga 80 tahun, pada asasnya seseorang itu akan kekurangan hormon pertumbuhan, mengakibatkannya mengalami SDS (Sindrom Defisiensi Somatotropin).

HGH biasanya dilepaskan semasa tidur dalam bentuk denyutan sebagai tindak balas terhadap isyarat positif, seperti tindakan faktor pelepasan hormon pertumbuhan GRF (Growth Releasing Hormone) dan isyarat negatif daripada hipotalamus. Apabila pituitari melepaskan hormon tersebut, HGH bergerak dari pituitari ke dalam aliran darah dan ia menduduki ruang penerima didalam setiap sel, khususnya sel hati, yang sebenarnya akan menggunakan kimia ini.
Apabila HGH mengaktifkan ruang penerima di dalam hati, kimia yang dikenali IGF-1 dikeluarkan. HGH memperkuatkan kesan anabolik diseluruh tubuh melalui penghantar bersama IGF-1, membantu pertumbuhan jaringan, tulang rawan, dan otot-otot. Justru dengan menentukan kepekatan IGF-1 di dalam darah, kita boleh mengukur kadar rembesan HGH di dalam tubuh kita.
 Gejala-gejala

Gejala-gejala lain yang dapat dijumpai pada somatopause yaitu :
• Tampak menua dan kulit keriput
• Pikun
• Gairah seksual menurun
• Tekanan darah dan kadar kolesterol meningkat
• Penyembuhan luka amat lambat
• Organ mengecil (hati, ginjal, limpa)
• Tulang lemah
• Berat badan naik
• Sistem imunitas tubuh melemah
 Pencegahan dan pengobatan Somatopause
Senam. Senam yang dilakukan secara rutin adalah penting untuk memperlambat penuaan. Untuk meningkatkan pelepasan HGH, program latihan ketat seperti angkat berat dan senam aerobik diperlukan.
Pil oral. Obat yang lazim digunakan adalah Levadopa, Hydergine, clonidine, dan dilantin yang bekerja untuk merangsang pelepasan HGH dan meningkatkan feed back-nya. Walaupun obat-obatan ini diluluskan oleh FDA yang mana keselamatan dan kegunaannya telah disahkan, namun tidak ada satupun telah diluluskan untuk tujuan meningkatkan kadar HGH.


b. Male Hypogonadism
Fungsi testis turun, baik produksi sel gamet (sperma) maupun hormon, atau keduanya. Penyebab hypogonadism ini dibagi atas sejak lahir (congenital) dan didapat (acquired). Hypogonadism pada laki-laki terdiri atas :
• Hypogonadisme primer. Terjadi kerusakan pada sel leydig hingga produksi androgen dan testoteron turun atau kerusakan pada duktus seminiferus, sehingga jumlah sperma yang keluar berkurang atau tidak sama sekali. Untuk mengimbangi penurunan hormon ini, otak meningkatkan pengeluaran hormon gonadotropin
• Hypogonadisme sekunder. Terjadi kerusakan di hipotalamus hingga hormon gonadotropin yang dikeluarkan berkurang dan mengakibatkan kemandulan atau impotent.
Produksi hormon androgen yang kurang, menyebabkan kesediaan hayati testoteron (bioavaibilitas testoteron/BT) berkurang yang dapat mengakibatkan hilangnya libido, penurunan masa otot dan kekakuan otot serta perubahan energi dan kesehatan.
 Gejala dan Tanda
Tergantung pada beratnya kekurangan produksi hormone secara umum terlihat perkembangan kurang baik, misalnya testis tidak turun, malahan kadang-kadang bentuk alat kelaminnya tidak khas.
Bila hypogonadisme terjadi pada usia puber, akan terjadi pembesaran buah dada pada laki-laki (gynecomastia), dan rambut kemaluan kurang lebat sampai tidak tumbuh penis dan testis kecil, otot-otot kurang gempal.
Bila hypogonadisme terjadi setelah usia dewasa, akan mengakibatkan kurangnya gairah seks, terganggu ereksi penis, otot-otot kendur tidak bertenaga, rambut rontok, merasa tertekan dan berbagai gangguan emosi lainnya.
Hypogonadisme pada lansia umumnya hanya memiliki beberapa gejala yang non-spesifik atau tanda-tanda fisik. Gejala yang paling umum adalah penurunan libido/gairah seksual yang berhubungan langsung dengan penurunan kadar testoteron, gangguan libido yang berat dapat menyebabkan disfungsi ereksi. Hypogonadisme pada pria juga dapat menyebabkan rasa lelah, kehilangan energi, lemah otot dan menurunkan perasaan sehat yang dapat mengarah pada depresi.
Masa otot yang menurun sejalannya dengan usia dapat berkaitan dengan kelemahan, imobilitas, gangguan cara berjalan dan keseimbangan. Masa otot dan keseimbangan berkaitan erat dengan testoteron bebas atau yang terikat.Hilangnya jaringan tulang sering dihubungkan dengan hypogonadisme. Hal itu mungkin karena rendahnya substrat testoteron untuk aromatisasi estrogen memegang peranan dalam osteoporosis.
2.16 Pencegahan terhadap dampak negatif andropause dapat dilakukan dengan :
1. Pemeriksaan kelenjar prostat : Pembesaran Prostat meningkat pada usia 40tahun ke atas, dengan gejala teraba pembesaran kelenjar prostat, sering buang air kecil terutama pada malam hari, yang tidak lancar atau menetes; setelah selesai berkemih, tidak dapat menahan kencing.
2. Pemberian multivitamin : Multivitamin seperti vitamin B, C, E, dan D3 dapat mencegah osteoporosis.
3. Pemberian Kalsium : Kalsium dengan dosis 800-1000 mg/hari dapat mencegah terjadinya osteoporosis. Perlu juga diwaspadai kemungkinan terjadinya batu saluran kencing karena timbunan kalsium.
4. Antisipasi Andropause dengan Antioksidan : Sebelum mengalami gejala andropause, pria dianjurkan memperbanyak konsumsi antioksidan untuk menangkal radikal bebas. Sebab, radikal bebas mempercepat munculnya gejala andropause. Sumber antioksidan antara lain, kerang, tiram, bayam, stroberi, keju dan buncis. Jenis makanan itu mengandung zat gizi seng. Zat ini juga membantu proses pembentukan sperma dan perkembangan organ sekspria.
Selain seng, zat besi dibutuhkan. Zat besi terdapat pada bekicot, telur, ikan gabus, daun melinjo, daun kelor, bayam, peterseli, daun semanggi, salak, abon dan selada air. Makanan itu bisa menangkal radikal bebas.
Sumber antioksidan lainnya adalah vitamin E seperti pada taoge dan asparagus. Atau, vitamin C yang terdapat pada daun katuk, selada air, apel malang, pepaya, rambutan, mangga, dan bandeng. Yang postif mengalami andropause harus menjalani terapi khusus. Yang belum berusia 50 tahun atau berisiko andoropause, tidak ada salahnya mengambil langkah pencegahan.