Selasa, 05 April 2011

pneumonia dalam kehamilan

PNEUMONIA
1. DEFINISI
Menurut National Center for Health Statistic (Hoyert dkk., 1998), di Amerika Serikat pada tahun 1997, pneumonia dan influenza merupakan penyebab kematian tersering kesepuluh pada orang berusia 25 sampai 44 tahun. Kematian akibat pneumonia community-acquired (ditularkan di masyarakat) dapat mencapai 5% pada orang berusia lanjut dan berpenyakit kronik; namun pda wanita muda dan sehat angka kematian ini jauh lebih rendah.
Pneumonia merupakan suatu infeksi paru-paru yang disebabkan oleh bermacam-macam patogen, termasuk bakteri, virus, dan jamur juga merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru distal dari jalan nafas besar dan melibatkan bronkiolus respiratorik serta alveolus. Bronkopneumonia mengacu pada peradangan yang berbercak dan difus, dan paling tidak mengisyaratkan bentuk pneumonitis yang lebih ringan karena secara radiografis tidak terjadi konsolidasi. Individu mungkin terinfeksi organisme tersebut melalui transmisi dari penyebaran daerah pernapasan atas, melalui peredaran darah, atau melalui dahak yang terinfeksi (Mays & Leiner, 1996) Pnemonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli).
2. ETIOLOGI
Patogen penyebab utama pneumonia seringnya tidak dapat teridentifikasi pada kasus perorang. Namun, ketika identifikasi pathogen pneumonia telah dilaksanakan, yang terjadi pada ibu hamil sama dengan identifikasi populasi pneumonia pada wanita tidak hamil. Bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada wanita hamil diantaranya :
a. Streptococcus pneumonia (S. pneumoniae)
b. Haemophilus influenza (H. influenzae)
c. Mycoplasma pneumonia (M. pneumoniae)
d. Legionella pneumophila (L. pneumophila)
e. Chlamydia pneumonia (C. pneumonia [TWAR])
f. Moraxella catarrhalis (M. catarrhalis)
(Rigby & Pastroek, 1996; Rodrigues & Niederman, 1992)
Virus patogen yang berhubungan dengan pneumonia selama kehamilan diantaranya :
a. Influenza A.
b. Varicella virus
c. Para-influenza virus
d. Adenovirus
e. Virus lainnya
Pneumonia yang disebabkan jamur seperti Pneumocystis carinii dan Aspergillus fumigates jarang terjadi pada individu dengan sistem imun yang baik tapi terjadi pada wanita dengan sistem imun yang terganggu (pada wanita yang terinfeksi HIV).
Infeksi Nosokomial organisme pneumonia juga dapat terjadi. Patogen seringkali berhubungan dengan infeksi nosokomial termasuk :
a. Staphylococcus aureus (S. aureus)
b. Klebsiella pneumonia (K. pneumonia)
c. Eschericia coli (E. coli)
d. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa)
e. Virus Influenza tipe A dan B
3. FAKTOR PREDISPOSISI
Wanita yang mengalami satu atau lebih dari beberapa hal dibawah ini yaitu (Rigby & Pastroek, 1996 ; Shannon, 1995) :
a. Pengguna rokok
b. Riwayat penyakit jantung atau pun paru-paru
c. Riwayat splenektomi
d. Riwayat Penyakit kronis (seperti penyakit ginjal)
e. Riwayat penggunaan alcohol narkoba suntik.
f. Riwayat penurunan imun (seperti infeksi HIV, pemberian obat immunosuppressive)
g. Riwayat Anemia
h. Riwayat infeksi pernapasan atas yang baru terjadi, influenza, serangan virus (seperti rubella, varisela)
i. Riwayat hospitalisasi
j. Baru saja Imigrasi
4. TANDA DAN GEJALA
a. Pneumonia Bakteri
Bakteri biasanya mencapai paru melalui inhalasi atau aspirasi secret nasofaring. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumonia yang merupakan bagian dari flora normal sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Yang utama, merokok dan bronchitis kronik mempermudah kolonisasi S. pneumonia, Haemophilus influenza dan Legionella. Faktor resiko lain adalah merokok, asma, minum-minum hingga mabuk dan infeksi virus imunodefisiensi manusia (HIV) (Munn dkk., 1999; Yost dkk., 2000).
Tanda dan gejala dari pneumonia yang disebabkan oleh bakteri diantaranya:
1) Ibu tiba-tiba akan mengalami beberapa gejala dari gejala yang ada di bawah ini (Mays & Leiner, 1996; Rigby & Pastroek, 1996 Rodrigues & Niederman, 1992; Shannon, 1995) :
Demam, biasanya lebih tinggi dari 38 0C (khususnya pada ibu dengan pneumococcal pneumonia)
2) Batuk dengan suara yang berat, mengeluarkan nanah dan atau lendir yang sedikit berdarah.
3) Menggigil
4) Sakit dada
5) Dyspneu
6) Malaise
7) Sakit kepala (jarang)
8) Myalgia (Nyeri otot)
9) Perubahan pada status mental (sering terjadi pada L.Pneumonia)
10) Nausea, Vomiting, diare, (biasanya berhubungan dengan L.Pneumonia)
Diagnosis
Gejala khas pneumonia adalah batuk produktif, demam, nyeri dada dan dispnea. Gejala pernfasan bagian atas yang ringan dan malaise biasanya mendahului gejala-gejala tersebut. Biasanya terjadi leukositosis ringan. Foto toraks penting untuk diagnosis, walaupun gambaran fotonya tidak secara akurat memperkirakan etiologi.
Patogen penyebab mungkin hanya teridentifikasi pada separuh kasus. Walaupun sebagian besar orang menganjurkan pemeriksaan sputum dengan pewarnaan gram untuk mencari pneumokokus atau mungkin stafilokokus, American Thoracic Society (1993) menekankan bahwa sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan ini sangat bervariasi. Demikian juga, walaupun biakan sputum rutin sering memperlihatkan organism patogenik, prediktabilitas biakan ini juga rendah. Bartlett dan Mundy (1995) melaporkan bahwa separuh sampel sputum memperlihatkan patogen-patogen yang diperkirakan berperan. Teknik-teknik invasive, seperti aspirasi transtrakea, jarang diindakasikan. Pemeriksaan serologis dan pengukuran aglutinin dingin tidak dianjurkan secara rutin. Akhirnya, saat ini belum ada pemeriksaan untuk antigen bakteri yang bermanfaat untuk evaluasi sebagian besar pasien.
Tabel 1: Faktor yang Meningkatkan Resiko Kematian atau Penyulit pada Pneumonia Community-Acquired
Penyakit yang sudah ada sebelumnya
Penyakit paru kronik, diabetes, gagal ginjal, gagal jantung, penyakit hati kronik, keadaan pascaplenoktomi, penyakit saraf, penyakit keganasan atau kecanduan alcohol kronik.
Riwayat rawat inap dalam I tahun terakhir
Kecurigaan aspirasi
Terganggunya status mental
Temuan fisik
Laju pernafasan >30/mnt, hipotensi, hipotermia atau suhu > 38,3 0C (101 0F)
Penyakit ekstraparu atau kebingungan
Temuan laboratorium
Leucopenia (<4000/µ), PO2 60 mmHg atau resistensi CO2, bakteremia, peningkatan keratinin serum, anemia atau tanda-tanda sepsis atau disfungsi organ
Gambaran radiologis
Keterlibatan labih dari 1 lobus, kavitasi, penyebaran cepat, atau efusi pleura
Dimodifikasi dari American Thoracic Society (1993) dan Fine dkk. (1996).

Tabel 2: Hasil Ibu dan Perinatal pada 317 Kehamilan dengan Penyulit Pneumonia
Penelitian Insiden Hasil Merugikan pada Ibu Hasil Merugikan Perinatal
Berkowitz dan LaSala (1990) (n=26) 1:275
2 intubasi
Tidak ada kematian Tidak ada kelahiran preterm
Tidak ada kematian perinatal
Richaey dkk. (1994)
(n=71)
Briggs dkk. (1996)
(n=59) 1:850


5 intubasi
5 kematian
7 intubasi
2 kematian
1 lahir preterm
4 lahir mati
1 kematian neonatus
Munn dkk. (1997)
(n=59) 1:525
6 intubasi
1 kematian 1 lahir mati
13 lahir preterm;
Yost dkk. (2000)
(n=133) 1:700 2 intubasi;
Tidak ada kematian 20 berat badan rendah
1 lahir mati;
Total (n=323) 7% diintubasi;
Angka kematian 1,6% 14 lahir preterm
Mortalitas perinatal 2,2%

Diperluas dari Bloom dkk. (1997)

Efek Pneumonia pada Kehamilan
Tak ada keraguan bahwa mortalitas ibu hamil akibat pneumonia cukup besar selama era praantibiotika. Pada tahun 1939, Finlandia dan Dubin melaporkan angka kematian ibu sebesar 32% pada 212 wanita. Sejak itu, terjadi kecenderungan penurunan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. Dalam lima studi terakhir yang diperlihatkan pada Tabel 2, angka kematian ibu (1,6%) dan perinatal (2,2%) secara keseluruhan masih cukup besar. Angka kelahiran preterm meningkat dibandingkan dengan angka dasar. Yang utama, 7% dari 323 wanita ini menimbulkan intubasi. Hasil-hasil ini menggarisbawahi bahwa pneumonia dapat menimbulkan sakit parah dan juga berfungsi menekankan perlunya diagnosis yang segera, pengawasan ketat dan terapi yang efektif
b. Pneumonia Virus
Gejala yang berhubungan dengan pneumonia yang disebabkan virus hampir sama dengan gejala yang terjadi pada Pneumonia yang disebabkan bakteri. Namun, lebih lanjut lagi akan ada laporan mengenai hasil pemeriksaan yang utama pada ibu dengan pneumonia ini adalah adanya infeksi karena virus.
1) Riwayat exanthema virus yang mengindikasikan infeksi virus rubella atau varisela yang baru terjadi.
2) Riwayat gejala yang mengindikasikan influenza yang baru terjadi.
3) Pneumonia Tipikal atau Mikoplasma
Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila dibandingkan dengan pneumonia pada umumnya. Karena itu, pneumonia yang diduga disebabkan oleh virus yang belum ditemukan ini sering juga disebut pneumonia yang tidak tipikal ( Atypical Penumonia).
Pneumonia mikoplasma mulai diidentifikasi dalam Perang Dunia II. Mikoplasma adalah agen terkecil dialam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya.
Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas.
Pneumonia yang terjadi yaitu dengan adanya serangan berangsur-angsur pada beberapa gejala di bawah ini yaitu (Mays & Leiner, 1996; Shannon, 1995) :
1) Sakit kepala
2) Malaise
3) Demam dengan tingkat rendah
4) Sakit Tenggorokan
5) Pembesaran kelenjar getah bening
6) Batuk tidak berdahak yang terus menerus (khususnya bila M.Pneumonia)
7) Rasa tidak nyaman pada otot dada (buka sakit pleura)
8) Gejala yang berhubungan dengan sinusitis
• Sakit Kepala
• Cairan hidung bernanah
• Demam
• Sakit pada tepi kelopak mata
9) Gejala pada Sistem Saraf Pusat, termasuk leher kaku, masalah koordinasi, kurang pendengaran (terjadi lebih dari 7 persen dari pasien pneumonia yang disebabkan M. Pneumonia)
c. Pneumonia Varisela
Virus varisela-zoster merupakan anggota dari family virus herpes DNA dan hamper 95% orang dewasa sudah kebal terhadapnya (Glantz dan Mushlin, 1998). Infeksi primer menyebabkan cacar air (chickenpox), yang memiliki angka serangan 95% pada individu seronegatif. Pada pasien sehat, timbul ruam makulopapular dan vesikel yang khas disertai gejala konstitusi dan demam selama 3 sampai 5 hari.
Walaupun infeksi kulit sekunder oleh streptokokus dan stafilokokus merupakan penyulit tersering pada cacar air, pneumonia varisela adalah penyulit yang paling serius. Penyulit ini timbul pada 10% orang dewasa (Nathwani dkk., 1998). Pneumonia biasanya muncul 3 sampai 5 hari perjalanan penyakit dan ditandai dengan takipnea, batuk kering, dispnea, demam dan nyeti dada plueritik. Foto thorak memperlihatkan infiltrate nodular khas dan pneumonitis intertisialis. Pada kasus yang fatal, paru memperlihatkan daerah-daerah nekrosis dan perdarahan yang tersebar. Walaupun perbaikan pneumonitis seiring dengan penyembuhan lesi kulit, demam dan gangguan fungsi paru dapat menetap berminggu-minggu.
Kehamilan
Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa wanita hamil lebih besar kemungkinannya mengalami pneumonitis (Nathwani dkk., 1998). Walaupun studi-studi terdahulu memperlihatkan peningkatan mortalitas pada wanita hamil, namun penelitian-penelitian deskriptif terakhir menunjukkan bahwa angka kematian setara dengan pada pasien tidak hamil. Namun, angka ini besarnya masih 10% yang menyebabkan penyakit ini cukup berbahaya. Paryani dan Arvin (1986) melaporkan bahwa 4 dari 43 wanita hamil dengan cacar air mengalami pneumonia dan satu dari dua yang memerlukan bantuan ventilasi meninggal.
Infeksi serius disertai sepsis atau pneumonia dilaporkan menyebabkan pelahiran preterm. Apabila infeksi terjadi sebelum usia gestasi 20 minggu, janin dapat terinfeksi dan dapar terjadi sekuele permanen.
Penatalaksanaan
Walaupun efektivitasnya belum pernah dibuktikan, sebagian besar penulis menganjurkan pemberian asiklovir intravena, 10 mg/kg setiap 8 jam, untuk pneumonitis varisela. Dalam sebuah studi retrospektif, pasien tidak hamil dengan pneumonia yang mendapat asiklovir dalam 36 jam setelah dirawat memperlihatkan perbaikan oksigenasi pada hari keenam dibandingkan dengan control tang tidak diterapi (Haake dkk., 1990). Smego dan Asperilla (1991) mengulas terapi asiklovir unruk pneumonia varisela dan mendapatkan rata-rata angka kematian ibu adalah 15%.
Profilaksis
Pemberian imunoglobin variselazoster (VZIG) akan mencegah atau memperlemah infeksi varisela pada orang rentan yang terpajan apabila diberikan dalam 96 jam pertama. Dosisnya adalah 125 unit per 10 kg secara intramuscular dengan dosis maksimum 625 unit atau 5 vial. Immunoglobulin direkomendasikan oleh Centers for Disease Control (1984) untuk orang dewasa rentan dengan gangguan imun dan terpajan. Karena varisela selama kehamilan biasanya parah, beberapa dokter menganjurkan pemberian immunoglobulin kepada wanita hamil sehat yang seronegatif (Chapman, 1998; Chapman dan Duff, 1993). Sebanyak 80 sampai 90% orang dewasa sudam memiliki kekebalan karena infeksi simtomatik atau asimtomatik sebelumnya; oleh karena itu, apabila mungkin perlu diperlukan pemeriksaan antibodi dengan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) atau fluorescent antibody to membrane antigen (FAMA) sebelum pemberian terapi immunoglobulin (Rouse dkk., 1996). Ditemukannya antibodi dengan teknik fiksasi komplemen menunjukkan bahwa pasien mengalami infeksi yang relatif baru. Meningkatnya titer antibodi fiksasi komplemen merupakan bukti bahwa infeksi sedang berlangsung atau baru berlalu.
Vaksin ini dikontraindikasikan bagi wanita hamil. Virus dalam vaksin dapat menginfeksi janin dengan resiko tertinggi adalah pada usia gestasi antara 13 sampai 20 minggu (Stallings, 2000). Huang dkk. (1999) melaporkan seorang wanita aterm yang mengalami varisela setelah terpajan ke kedua anaknya yang mendapat vaksinasi 8 hari sebelumnya. Produsen vaksin, Merck & Co, Inc. (West Point, Pennsylvania, 800-986-8999), telah membuat suatu registrasi untuk menelusuri hasil pada wanita yang divaksinasi dalam 3 bulan sebelum kehamilan atau setiap saat selama hamil (Centers for Disease Control and Prevention, 1996).
d. Pneumonia Jamur dan Parasit
Infeksi jamur oleh jamur parasit biasanya merupakan penyulit paling berbahaya pada individu dengan gangguan imun, terutama wanita yang mengidap sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS).
Pneumonia Jamur
Sejumlah jamur dapat menyebabkan pneumonia pada ibu hamil. Penyakit ini biasanya dijumpai pada wanita dengan infeksi HIV atau mereka dengan gangguan imun. Infeksi dapat berupa histloplasmosis, koksidioidomikosis, kriptokokosis, dan balstomikosis. Spora jamur-jamur ini dapat dijumpai di tanah, dan walaupun sering terjadi, infeksi biasanya ringan dan swasirna. Infeksi ditandai dengan batuk dan demam; jarang terjadi penyebaran.
Pneumonia Pneumosistis
Penyulit infeksius yang paling umum pada wanita dengan AIDS adalah pneumonia interstisialis oleh parasit Pneumocystis carinii. Sebelum tahun 1980-an, infeksi ini terakhir prevalen pada epidemi selama Perang Dunia II, dan berkaitan dengan infeksi oportunistik pada orang dengan malnutrisi. Pada pasien-pasien dengan gangguan imun, ini adalah infeksi yang mengancam jiwa dan sejak epidemi AIDS dimulai pada tahun 1980-an, infeksi menjadi penyulit yang sering dijumpai. Gejala meliputi batuk kering, takipnea dan dispnea, dan temuan radiografik khas adalah infiltrate difus. Walaupun organisme dapat diidentifikasi dengan biakan sputum, mungkin diperlukan bronchoskopi dengan lavase atau biopsi. Angka kematian ibu mungkin cukup tinggi, tetapi hal ini dapat merupakan bias karena yang dilaporkan hanya kasus-kasus berat (Saade, 1997).
Stratton dkk. (1992) melaporkan 35 wanita hamil dengan pneumonia pneumosistis yang disertakan dalam AIDS Clinical Trial Centers. Terpai adalah dengan trimetoprim-sulfametoksazol atau pentamidin kedua obat ini termasuk dalam kategori C. pada beberapa kasus, mungkin diperlukan intubasi trakea dan ventilasi mekanis (Albino dan Shapiro, 1994; Saade, 1997).
Untuk beberapa pasien yang positif HIV, Centers for Disease Control (1999c) menganjurkan profilaksis terhadap infeksi pneumosistis dengan trimetoprim-sulfometoksazol double-strength peroral sekali sehari. Pasien yang termasuk didalamnya adalah wanita dengan hitung limfosit T CD4+ kurang dari 200µl, mereka yang memiliki riwayat kandidiasis orofaring, atau mereka yang sel CD4+ nya membentuk kurang dari 20% dari limfosit.
5. KOMPLIKASI
Peningkatan resiko komplikasi pneumonia selama kehamilan ditemukan berhubungan dengan beberapa faktor maternal diantaranya :
a) Ibu menderita penyakit terutama yang berhubungan dengan pneumonia ( seperti penyakit paru-paru dan infeksi HIV).
b) Status kesehatan ibu saat terjadi manifestasi klinis.
c) Seberapa cepat intervensi therapeutic terhadap penyakit dilakukan. (Berkowitz & SaLala, 1990; Rigby & PAstroek, 1996; Rodrigues & Niederman, 1992)
Komplikasi yang mungkin terjadi diantaranya :
1. Bakteremia
2. Meningitis
3. Penyakit jantung
4. Infeksi influenza
5. TBC
6. Syndrom gangguan pernapasan lanjut
7. Emboli paru dan infark
8. Neoplasma
9. Penurunan system imun
10. Pertussis
11. IUGR
6. PATOFISIOLOGI
a. Perubahan Anatomi
Sejumlah perubahan anatomi terjadi pada dada selama kehamilan, termasuk peningkatan sudut subcostal dan peningkatan diameter melintang dari dada. Diafragma juga bertambah 4cm. Secara bersamaan, perubahan ini mengurangi kemampuan wanita hamil dalam proses respirasi. Dengan ketinggian dari diafragma yang mengarah pada penurunan kapasitas fungsional sisa yang berhubungan pula dengan peningkatan konsumsi oksigen yang terjadi selama kehamilan, sehingga mengurangi kemampuan ibu hamil untuk mentolerir Hypoxia, terutama pada trimester ketiga. Peningkatan progesteron selama kehamilan merangsang pusat pernafasan di otak sehingga terjadi hyperventilasi dan menjadi sulit bernafas yang umumnya terjadi selama kehamilan normal. Penilaian pernapasan harus tetap normal, jika adanya takipneu merupakan suatu keadaan patologis. Terjadinya tachypneu itu akan digunakan untuk mengevaluasi kerasnya sakit ketika adanya pneumonia.
Pneumonitis yang menyebabkan penurunan kapasitas ventilasi secara bermakna kurang dapat ditoleransi oleh wanita hamil. Generalisasi ini tampaknya berlaku apapun etiologi pneumonianya. Selain itu, hipoksemia dan asidosis kurang dapat ditoleransi oleh janin, dan keduanya sering menyebabkan persalinan preterm setelah pertengahan kehamilan. Karena banyak kasus pneumonia terjadi setelah infeksi saluran nafas atas oleh virus biasa, perburukan atau berlanjutnya gejala seyogyanya mendorong kita mempertimbangkan diagnosis infeksi parenkim paru. Setiap wanita yang dicurigai memiliki pneumonia harus menjalani foto toraks anteroposterior dan lateral.
b. Perubahan Sistem Imun
Faktor predisposisi utama ibu hamil dengan pneumonia akut adalah perubahan system imun atau kekebalan. Perubahan ini terutama terjadi pada sel-mediated system imun. Menurut hasil penelitian beberapa ahli, sejumlah kehamilan mengalami perubahan system imun ibu seperti penurunan respon proliferative limfosit, penurunan aktivitas sel pembunuh alami dan penurunan absolute sel penolong T4. Serum ibu juga dapat memblokir pengeluaran lymphokine dan lymphoproliferatif. Adaptasi imunologis yang terjadi pada tempat janin hidup itu dapat melindungi janin dari antigen yang berbeda dari ibu namun dapat meningkatkan kerentanan ibu terhadap infeksi.
c. Perubahan Hormonal
Perubahan aktivitas hormonal yang terjadi saat kehamilan tentunya berpengaruh pada infeksi yang terjadi. Progesteron, HCG, alpha-fetoprotein dan cortisol menghambat sel-mediated imunitas. Selain itu, estrogen (17-estradiols), progesterone dan testosterone telah terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan pathogen in vitro tertentu, seperti Coccidioides immits. Oleh karena adaptasi fisiologi selama kehamilan ini, perubahan keseimbangan cairan paru-paru dapat terjadi. Kehamilan telah dikaitkan dengan kecenderungan untuk meningkatkan cairan interstitial paru-paru, yang kemungkinan akan meningkatkan cedera paru-paru.
7. PENATALAKSANAAN ATAU MANAJEMEN
a. Deteksi Dini
1. Anamnesa
Mungkin ibu merokok, punya penyakit jantung ataupun paru-paru sebelumnya, mempunyai riwayat penyakit kronis (penyakit ginjal), riwayat infeksi oernafasan atas yang baru terjadi, influenza, serangan viru (seperti rubella, varisela), pernah dirawat di rumah sakit atau baru saja imigrasi.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada kehamilan dengan pneumonia (Rigby & Pastroek, 1996; Rodrigues & Niederman, 1992) diantaranya :
a) Keadaan Umum
Mungkin tampak cemas, khawatir, risau atau bingung, tergantung pada tingkat hipoksia dan/ atau kesakitan yang bersamaan (seperti meningitis)
b) Tanda-tanda Vital
• Suhu mungkin meningkat ataupun normal
• Tekanan Darah mungkin normal atau menurun (jika syok atau dehidrasi berat)
• Nadi mungkin meningkat
• Pernapasan mungkin normal atau meningkat; ortophnea mungkin terjadi.
c) Kulit
• Warna kulit mungkin normal atau keabu-abuan menuju sianosis tergantung pada perfusi oksigen ibu.
• Jaringan turgor yang kurang baik dapat terjadi pada ibu dengan dehidrasi.
• Bintik-bintik merah dapat terjadi pada ibu yang terinfeksi virus dan jamur (seperti Coccidioides immits) secara serentak bersamaan.
d) Dada
• Pada pemeriksaan,
• Palpasi dinding dada
 Tenderness palpasi otot interkosta
 Peningkatan getaran yang terasa dapat terjadi pada daerah konsolidasi.
• Pada perkusi dada dapat menunjukkan
 Penurunan ekskursi diafragma pada bagian yang terserang, jika terjadi penumpukan cairan pleura pada pangkal paru.
 Bunyi Dullnes pada daerah konsolidasi.
• Pada auskultasi paru dapat menunjukkan
 Bunyi berderak
 Bunyi napas bronchi atau tubular (jika ada konsolidasi)
 Bunyi gesekan pleura (jika ada efusi pleura)
 Adanya penurunan atau tidak ada bunyi napas vesicular (jika ada efusi pleura)
 Peningkatan bronchophonia, egophonia, bising paru (jika ada efusi pleura)
 Pada auskultasi dapat terdengan bunyi murmur sistolik. (jika ada efusi pleura)
e) Abdomen
• Palpasi menyeluruh
Selama kehamilan, wanita dengan pneumonia mungkin mengalami masalah pernapasan yang minimal, namun akan mengemukakan bahwa mereka mengalami sakit atau ketidaknyamanan pada daerah abdomennya.
• TFU lebih kecil daripada normalnya usia kehamilan dapat terjadi. (jika IUGR)
f) Pada pemeriksaan saraf dapat menunjukkan kaku kuduk (jika Sistem Saraf Pusat terlibat)
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Tes Darah lengkap (Complete Blood Count)
• Pneumonia bakteri (khususnya S.pneumonia) biasanya menunjukkan leukositosis.
• Hemoglobin atau hematokrit mengalami peningkatan pada ibu dengan dehidrasi atau mengalami penurunan bila ibu menderita anemia pula.
b) Tes serum kimia
c) Gas darah dapat menunjukkan adanya hipoksia
d) Tes radiografi dada
e) Titer serum antibody
b. Assesment
Pneumonia (bacterial, virus, jamur)
• Bakteremia
• Meningitis
• Penyakit jantung
• Infeksi influenza
• Tuberculosis
• Syndrome distress pernafasan lanjut
• Emboli paru dan infark
• Neoplasma
• Defisiensi imun
• Pertusis
• IUGR
c. Penanganan Awal
• Manajemen pengobatan ibu hamil dengan pneumonia harus kolaborasi dengan dokter.
• Ibu hamil yang sedang mengalami gejala yang parah, terdapat tanda hipoksia, riwayat menjalani pengobatan yang dapat melemahkan respon imun, atau yang telah didiagnosa terinfeksi organisme berbahaya maka harus dirawat di rumah sakit.
• Untuk kelompok tanpa komplikasi, rawat jalan memungkinkan untuk dilakukan. Pengobatan empiris antibiotic untuk suspek pneumonia bakteri sebaiknya dilakukan sesuai dengan pathogen penyebab penyakit tersebut. (seperti S.pneumoniae, H.influenzae). Antibiotik yang dapat diberikan diantaranya :
 Amoxicillin dan clavulanate
 Cefuroxime
 Trimethoprim/sulfamethoxazole
• Ibu dengan pneumonia virus dan jamur harus dikonsultasikan dengan dokter.
• Segera lakukan pemeriksaan kehamilan (seperti NST, Index cairan amnion) antara usia kehamilan 32-36 minggu pada ibu dengan IUGR atau yang memiliki riwayat mengalami pneumonia selama kehamilannya.
• Anjurkan ibu melakukan pemeriksaan USG setiap 3-4 minggu sekali pada ibu dengan IUGR untuk menilai perkembangan janin.
• Vaksin Pneumococcal direkomendasikan untuk ibu dengan :
 Sistem imun yang baik tapi memiliki penyakit kronis (seperti diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit paru-paru, pengguna alcohol)
 Kerusakan imun (seperti kerusakan ginjal kronik, lymphoma, myeloma multiple, atau dengan keadaan transplantasi organ)
 Terinfeksi HIV (Asymtomatik maupun Simptomatik)
 Tinggal di lingkungan atau keadaan social yang teridentifikasi dapat meningkatkan resiko penyakit pneumonia dan komplikasinya.
• Vaksin pneumococcal polyvalent 0,5 mL IM dapat melindungi dari 23 jenis S. Pneumonia pada ibu dengan system imun yang baik.
Catatan : Durasi imunisasi tidak diketahui, namun diperkirakan dapat melindungi untuk jangka waktu 5 sampai 10 tahun. Pneumococcal merupakan vaksin dari bakteri yang telah mati, dengan dampak pada janin yang tidak diketahui. Idealnya, vaksin ini seharusnya diberi terlebih dahulu sebelum kehamilan atau setelah trimester pertama kehamilan.
• Vaksin Influenza seharusnya diberi setahun sekali pada ibu yang akan mengalami hal yang sama atau dengan usia kehamilan lebih dari 14 minggu selama musim influenza.
Catatan : Vaksin Pneumococcal dan Influenza dapat diberikan pada waktu yang sama di tempat penyuntikan yang berbeda tanpa meningkatkan terjadinya efek samping.
• Konseling yang dapat dilakukan diantaranya :
 Memberitahu ibu mengenai pneumonia termasuk penyebabnya, gejala klinis, indikasi diagnose tes, pilihan pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin serta perlunya penanganan lanjut.
 Memberitahu ibu untuk memeprhatikan tanda dan gejala dari kemungkinan komplikasi yang berhubungan dengan pneumonia dan perlunya evaluasi segera jika hal itu terjadi.
 Jika ibu dianjurkan untuk menjalani pengobatan di rumah sakit, dokter yang bertanggungjawab atas perawatannya harus mendiskusikan mengenai pilihan pengobatandan perlunya perawatan rumah sakit untuk ibu.
 Jika ibu merokok, anjurkan ibu untuk berhenti agar mencegah adanya eksaserbasi gejala, lebih jauh lagi merusak jaringan paru-parunya serta menyebabkan efek merugikan pada janin. Jika ibu tidak merokok namun tinggal di lingkungan yang membuatnya dikategorikan perokok pasif, anjurkan ibu untuk menghindarinya sebisa yang ibu lakukan.
d. Penanganan Lanjut
• Jika ibu di rawat di rumah sakit, jadwal kunjungan lanjutan seperti yang direkomendasikan dokteryang bertanggungjawab untuk perawatannya.
• Evaluasi lanjutan dilakukan pada beberapa ibu yang gejalanya tetap ada setelah terapi yang tepat dan sesuai, yang mungkin saja tidak menurut pada sejumlah perawatan atau yang mengalami komplikasi dari gejala yang ada.
• Ibu yang menjalani rawat jalan dan tanpa tanda adanya masalah kehamilan sebaiknya harus kembali untuk melakukan pemeriksaan kehamilan rutin sesuai perjanjian khusus dengan institusi perawatan.
• Ibu yang mengalami komplikasi kehamilan (seperti IUGR) harus melanjutkan pemeriksaan klinis dan pengawasan janin (seperti NST dan ultrasound).
• Dokumentasikan diagnosis pneumonia dan pengobatannya pada catatan perkembangan serta daftar masalah.
2.5.6 Manajemen Kebidanan
Asuhan Kebidanan pada ibu hamil
1. Data Subjektif
Ny. N 28 tahun mengaku hamil anak ke dua atau G2P1A0 hamil 26 minggu dengan HPHT 19-07-09. Ibu mengeluh demam tinggi, batuk berdahak, sakit dada, sering kelelahan, ibu merasakan gerakan janin sekitar ± 12 kali pada siang hari, sebelum hamil ibu pernah mengalami sakit paru-paru.
2. Data Obyektif
a. Keadaan umum baik,
• Kesadaran : Composmentis,
• TTV : - TD: 110/70 mmHg,
- Nadi 74x/menit,
- Respirasi 24x/menit,
- Suhu 38 0C,
• Antropometri : - BB 56 kg,
- BB sebelum hamil 50 kg,
- TB 158 cm, LILA 24 cm.
• Pemeriksaan Fisik
1) Secara unum pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan
2) Mata
 kelopak mata tidak oedema,
 konjungtiva tidak anemis,
 sklera tidak ikterik, pada gigi tidak ada karies,
3) Leher
 tidak ada pembesaran kelenjar getah bening,
4) Dada
 jantung tidak terdapat mur-mur,
 paru terdapat ronkhi,
 wheezing,
 payudara membesar,
 putting susu menonjol, simetris, tidak terdapat benjolan, pengeluaran kolostrum tidak ada,
5) Abdomen
 tidak ada bekas luka operasi pada abdomen
 Fundus Uteri teraba 1 bagian bulat, keras melenting (kepala)
 Leopold I: 24 cm
 Leopold II: pada bagian kanan teraba bagian yang keras memanjang seperti papan dan pada bagian kiri teraba bagian-bagian kecil (ekstremitas)
 Leopold III: teraba 1 bagian bundar, lunak, tidak melenting (bokong).
 ekstremitas tidak oedema,
 DJJ (+) 142x/menit, teratur
 Taksiran Berat Janin: (24-11) x 155 = 2015 gram
 kandung kemih kosong
6) Genitalia
 tidak ada varises pada vulva dan anus
 tidak ada oedema
 pada perineum tidak ada luka parut
 tidak ada pembesaran kelenjar Bartholini
7) Ekstremitas
 tidak ada varises dan oedema
 reflex +/+
8) Pemeriksaan Penunjang
 pemeriksaan Laboratorium: protein urine (-), reduksi urine (-), Hb 11,2 gr%, Golongan Darah 0 Rhesus (+).
 foto Rontgen thorax terdapat penyempitan saluran pernafasan.
3. Assesment
Diagnosa ibu G2P1A0 hamil 26 minggu disertai penyakit pneumonia, janin tunggal, hidup intrauterine. Potensial masalah hipoksia pada janin, tindakan segera membantu memperlancar pernafasan ibu dengan tindakan: atur posisi, bersihkan jalan nafas, berikan oksigen dengan melakukan kolaborasi dengan dokter.
4. Planning
a) Memberitahukan pada ibu dan keluarga hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu saat ini kurang abik, TD: 110/70 mmHg, Nadi 74x/menit, Respirasi 24x/menit, Suhu 38 0C, gerakan bayi aktif 12x/menit pada siang hari, DJJ (+) 142x/menit, teratur. Dan ibu menderita pneumonia yang dapat berpengaruh terhadap kehamilannya. Ibu dan keluarga telah mengetahui hasil pemeriksaan.
b) Menganjurkan ibu untuk tidur dengan posisi fowler agar membantu melancarkan jalan nafas ibu. Ibu telah tidur dengan posisi fowler.
c) Memberikan obat antipiretik kepada ibu untuk menurunkan panasnya.
d) Memnberikan oksigen pada ibu untuk membantu asupan oksigen agar tidak terjadi hipoksia pada janin 6 liter/jam. Oksigen telah diberikan.
e) Memberikan dukungan emosional pada ibu agar ibu tidak stress sehingga dapat memperberat penyakit ibu. Ibu telah disarankan untuk tenang dan ibu telah merasa tenang.
f) Memberitahukan bahwa penyakit asma merupakan penyakit yang disebabkan oleh faktor allergen dan untuk mencegahnya adalah dengan cara mencegah faktor yang dapat menyebabkan asma itu kambuh. Ibu mengerti penjelasan tersebut.
g) Menganjurkan ibu untuk menghindari factor resiko. ibu mengerti dan mau melaksanakan.
h) Menganjurkan ibu agar tidak kelelahan. Ibu mengerti dan paham
i) Menganjurkan ibu untuk menghindari asap rokok, asap kendaraan, dll. Ibu sudah mengerti apa yang sudah dijelaskan.
j) Menganjurkan ibu agar tidak mengkonsumsi es dan minuman dingin. Ibu sudah mengerti dan mau melaksanakan.
k) Menjelaskan bahwa kemungkinan ibu akan mengalami sesak nafas kembali pada usia kehamilan mencapai 9 bulan. Ibu mengerti.
l) Menganjurkan ibu untuk tidur dengan posisi setengah duduk ketika merasakan sesak. Ibu mengerti dan mau melaksanakan
m) Rujuk ibu ke dokter spesialis kandungan dan spesialis dalam atau paru untuk mengetahui keadaan penyakit serta pengaruhnya pada kehamilan.
n) Memebritahu ibu untuk jadwal kunjungan ulang. Ibu mengetahui.






Sumber:
William Obstetri
Ambulatory obstetry
http://zietraelmart.multiply.com/journal/item/39

Tidak ada komentar:

Posting Komentar